SINARPAGINEWS.COM, RUPIT - Diduga warga keturunan Tionghoa berinisial PC ( 60) dan Sa ( 45) memiliki kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare di Desa Tanjung Beringin dan Batu Gajah Kecamatan Muara Rupit, Kabupaten Musi Rawas Utara ( Muratara) Provinsi Sumatera Selatan ( Sumsel) tidak berizin.
Hal ini diduga karena kebun sawit yang dibuat di atas lahan kawasan yang tidak boleh digarap. Kebun sawit milik PC, seluas 500 hektare yang ditanam sejak tahun 2008 lalu itu tidak sejengkalpun memilik izin. Hal yang sama diduga kebun sawit milik Sa seluas 700 hektare juga tak berizin.
Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber serta hasil investigasi di lapangan kebun sawit seluas 1200 hektare itu milik keluarga PC dan Sa.
Awal 2008 lalu PC yang saat ini menetap di Kota Curup Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, membeli lahan kosong dari beberapa warga Desa Tanjung Beringin. Saat itu PC mulai membuka lahan dan menanam sawit.
Usaha perkebunan itu terus berkembang hingga luasan lahan merambah ke desa tetangga yakni Desa Batu Gajah seluas 100 hektare. Kini PC sudah memiliki kebun sawit sekitar 500 hektare dengan rincian sekitar 400 ha di Desa Tanjung Beringin dan 100 Ha di Desa Batu Gajah Kecamatan setempat.
Melihat kebun sawit PC yang ditanam di atas lahan hutan larangan yang tak bermasalah itu, akhirnya Sa (45) keponaan dari PC juga membuka lahan sawit hingga mencapai sekitar 700 hektare.
Saat ini kebun sawit milik 2 keluarga keturunan Tionghoa itu sudah panen sejak 2011 lalu. Hasilnya kedua pengusaha kebun sawit diduga ilegal itu menjadi kaya raya.
PC kini memiliki ruko di Kota Curup beberapa pintu. Begitu juga Sa memiliki bangunan mentereng di Kota Rupit. Mereka bisa kaya raya karena usaha diduga ilegal ini tidak se rupiahpun membayar pajak. Begitu juga soal perizinan tidak sepeserpun uang keluar untuk membuat izin.
Saat dikonfirmasi PC mengaku memilik kebun sawit di daerah Kecamatan Muara Rupit tersebut. 'mau jelas tanya dengan Sa," elak PC kepada beberapa orang awak media yang menemui PC di Kota Curup.
Ketika awak menemui Sa, untuk konfirmasi Sa mengaku memang ada kebun sawit di dua tempat tersebut. Sa berdalih kebun itu dibuat dari hasil membeli lahan yang dijual warga. " Kalau 500 hektare Idak sampai. Kan itu punya banyak orang. Yang aku lebih dari 50 hektare," kata Sa.
Apakah pernah mengurus izin? Ya dulu pernah kami ajukan ke Pemda tapi saat kini belum keluar.
Soal pajak kata Sa dibayar berupa pajak PBB. " Kalau PBB kami bayar terus," jelas Sa.
Seterusnya untuk memastikan kebun sawit seluas 1200 hektare diduga tak berizin itu wartawan konfirmasi ke Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Muratara.
Menurut keterangan Kabid Kehutanan Dinas Pertanian dan Perikanan Muratara Sutopo, SP, MM sepengetahuannya tidak sejengkalpun lahan tersebut mengantongi izin. " Kami pernah menyurati agar mereka mengurus perizinan. Tapi tidak ada jawaban," kata Sutopo.
Begitu juga saat dikonfirmasi ke Kantor ATR/BPN Muratara ternyata 80 persen lahan tersebut adalah kawasan hutan yang tidak boleh digarap. " Itu masuk hutan kawan. Ya tidak mungkin la ada sertifikatnya. Kami BPN hanya bisa menerbitkan sertifikat lahan seluas 5 hektare. Lebih dari itu ngurus izinnyo ke Kanwil BPN Sumsel," ujar staf ATR/ BPN Muratara. ( Ish)
Editor: Red