SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA - Laporan dugaan penipuan dan penggelapan di Polda Metro Jaya oleh Fahmi Bachmid sebagai Kuasa Hukum korban bernama Lintang dengan Terlapor seorang publik figur berinisial LM mengalami perkembangan yang menggembirakan. Hal tersebut disampaikan Fahmi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (4/9/2024).
"Ada kabar gembira setelah klien kami mba Lintang berjuang sejak tahun 2021 untuk mendapatkan keadilan atas sebuah proses hukum dimana ada seseorang diduga melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan terkait dengan Bansos," ujar Fahmi.
Dalam proses yang kami terima tanggal 29 Agustus 2024, lanjut Fahmi, yaitu kami menerima surat terkait adanya kepastian hukum dari Polda Metro Jaya dengan menetapkan Terlapor sebagai Tersangka.
"Tersangka ini berkali-kali melaporkan klien kami, namun dengan bukti-bukti yang ada, LM telah menjadi Tersangka," jelas Fahmi.
Sebagaimana diberitakan di media massa, kronologi kejadian berawal dari adanya tawaran surat perintah kerja (SPK) pada awal September 2020 dari Sigit, Toha dan Andi Gunawan, yang belakangan diketahui SPK tersebut ternyata palsu. Agus sebetulnya tidak tertarik dengan SPK yang ditawarkan, tetapi ketiga orang tersebut terus meyakinkannya agar mau menjadi pemodal.
SPK tersebut terkait program pengadaan bansos di DKI Jakarta senilai Rp 60 miliar. Mereka membutuhkan modal sekitar Rp 40 miliar, sehingga nantinya ada keuntungan Rp 20 miliar. Ketika itu, keuntungan disepakati 60% untuk pemodal dan 40% untuk pelaksana proyek.
Pada 15 September 2020, ketiga orang tersebut kemudian datang menemui Agus bersama Lady Marsella, pemilik PT Marsella Cahya Permata (PT MCP).
"Di pertemuan tersebut, dia bilang butuh Rp 3 miliar. Kalau Rp 3 miliar dibayar, SPK bisa didapat. Kebetulan saudara saya namanya Lintang punya uang Rp 40 miliar, akhirnya saya kenalkan ke mereka," cerita Agus kepada Beritasatu.com, Minggu (20/8/2023).
Lintang pada pada saat ini menyatakan tertarik, tetapi pembagian sisa keuntungannya 70% untuk pemodal. Uang Rp 3 miliar juga harus diserahkan saat itu juga ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Pemprov DKI Jakarta.
"Ketika itu kita tanya, setelah mengeluarkan uang Rp 3 miliar, pengaman kita apa? Kalau hanya tanda terima, itu masih tidak kuat. Lalu kita meminta jaminan dan dia (Lady Marsella, Red) memberikan jaminan BPKB mobil Mercy tua, dua truk, dan satu Mitsubishi Xpander. Ini sekadar iktikad baik saja, karena besok pengamannya kita minta kuasa direksi," lanjut Agus.
Setelah proses ini selesai, Lady mulai menyodorkan kebutuhan belanja sembako untuk bansos dengan total Rp 37 miliar. Kemudian pada 25 September 2020, Lintang akhirnya mentransfer kebutuhan dana tersebut langsung ke vendor yang ditunjuk Lady. Barulah setelah itu diketahui bahwa SPK-nya palsu.
"Uang Rp 37 miliar itu ditransfer tanggal 25 September 2020. Kemudian tanggal 27 September 2020, baru tahu bahwa ternyata SPK-nya palsu," ungkap Agus.
Mengetahui hal tersebut, Agus dan Lintang langsung meminta pihak kepolisian mengamankan gudangnya, sebab sembako yang dipesan sudah mulai berdatangan.
"Setelah kejadian itu, Bu Lady kami ajak diskusi. Karena masalahnya belum telanjur jauh, saya minta vendor-vendor ini beli balik saja barang yang sudah dikirim, tinggal dihitung kerugiannya, nilai transportasi, tenaga, dan penurunan barang, mungkin sekitar 5%-10%, tetapi Bu Lady tidak mau, dia maunya jual balik sendiri saja," ujar Agus.
Akhirnya barang-barang yang sudah dibeli tersebut dijual kembali, tetapi ternyata hanya dapat Rp 18 miliar dari total Rp 37 miliar yang sudah dikeluarkan.
"Saya akhirnya ajak Bu Lady duduk lagi. Perjanjiannya kan kalau ada untung, pembagiannya 70% dan 30%. Kalau ada kerugian, pembagiannya juga sama. Karena tidak mau ikut menanggung kerugian, dari situ dia mulai berulah," ungkap Agus.
Lady yang merasa tertekan kemudian melaporkan Agus dan Lintang atas kasus penggelapan BPKB kendaraan yang awalnya sebagai jaminan uang Rp 3 triliun. Pihak kepolisian akhirnya mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas laporan tersebut.
"Dia melaporkan kita soal penggelapan BPKB, padahal itu untuk iktikad baik yang Rp 3 miliar. Kita waktu itu jadi tersangka, tetapi akhirnya kasus ini di-SP3 karena memang duitnya buat PT dia sendiri, bukan PT saya. Lagian BPKB juga tidak ada nilainya tanpa ada mobil, tanpa ada kwitansi penjualan," ungkap Agus.
Lady juga melaporkan penerbit SPK palsu yang saat ini telah menjadi terpidana. Selain itu, Lady juga menggugat Agus dan Lintang secara perdata senilai Rp 130 miliar atas tuduhan memalsukan tanda tangan perusahaannya.
"Tuduhan itu juga tidak terbukti di pengadilan Tangerang. Gugatannya tidak terbukti karena tanda tangan dia memang identik. Lady juga ngelaporin kita ke Harda Polda Metro, yang kemarin juga di SP3. Kita disebut sudah menipu dia, jadi dibolak-balik faktanya. Makanya gantian kita yang laporin dia ke Polda sekitar setahun lalu, karena ternyata penjualan yang Rp 37 miliar itu digelapin lagi uangnya. Dia sudah di-BAP, mungkin sebentar lagi sudah naik sidik," kata Agus.
Belakangan akhirnya terungkap alasan Lady tidak setuju menjual barang yang sudah dibeli ke vendornya langsung. Pasalnya Lady sudah menerima uang cashback.
"Misalnya dia beli beras Rp 9 miliar, ternyata pemilik pabrik beras ngasih dia cashback, misalnya Rp 800 juta. Kalau vendor itu harus beli balik, berarti kan uang cashback itu harus balik juga. Vendor-vendor ini juga sudah di BAP dan sudah mengakui memberi cashback ke Lady," ungkap Agus. (***)
Editor: Chairul