Ketua GMKI, Jefri Gultom: Pemimpin Harus Memahami Prinsip Pokok

Ketua GMKI, Jefri Gultom: Pemimpin Harus Memahami Prinsip Pokok Chairul Ichsan Pasca Kongres GMKI ke-38 Tana Toraja, kepengurusan PP GMKI sah melaksanakan Serah Terima Jabatan Selasa (31/1), di Aula Sinode Gabungan Gereja Baptis Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat.

SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA - Mengutip pernyataan Wapres Jusuf Kalla terkait dengan seni dalam memimpin bahwa menjadi orang nomor dua harus tahu prinsip pokoknya yaitu satu langkah di belakang, 1 tone lebih rendah suaranya. Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Jefri Gultom menilai, pernyataan tersebut sebagai sebuah rumusan dari tokoh nasional yang transformatif dan panutan bagi generasi muda. 

Menurut Jefri, rumusan ini memberikan pesan esensial bagaimana pemuda untuk sadar posisi, fahami peran, mengerti wewenang, hargai tugas dan tanggung jawab sesuai prinsip pokok kepemimpinan dan aturan lain dalam institusi organisasi. 

Apabila prinsip pokok dilanggar, kata Jefri, maka akan menimbulkan konflik dan kekacauan karena tidak ada institusi atau organisasi manapun mempunyai pemimpin yang sejajar. Peran dan fungsinya mempunyai porsinya masing-masing. Itulah dinamika yang terjadi di NKRI saat ini.

"Dinamika yang terjadi saat ini saya menghayatinya sebagai ketetapan perjalanan iman yang harus dilalui dan dihayati di NKRI ini," ujar Jeri dalam pidatonya pada acara pengukuhan pengurus GKMI Perindo 2022-2024 bertema "Perjalanan Iman", Selasa (31/1/2023).

Lebih jauh Jefri menjelaskan, dinamika yang terjadi di NKRI saat ini dalam konteks teori kekuasaan ada 2 yaitu berkuasa dalam ingatan dan bayang-bayang kebesaran masa lalu. Menurut Jefri, orang sering terjebak pada bayang-bayang kebesaran dan kekuasaan masa lalu sehingga sulit dilupakan walaupun momentumnya sudah hilang.

Kelompok ini terus menerangi sindrom berkuasa meskipun kekuasaan telah berakhir.

Sesuai pernyataan Prof Kasali tentang manusia masa lalu dan manusia masa depan. 

Jefri mengingatkan bahwa jaman sekarang yang memiliki kompleksitas, anak muda jangan terjebak pada kebesaran masa lalu akan tetapi kita harus tumbuh bersama menuju masa depan dengan prestasi yang kontekstual dan berkelanjutan. 

"Manusia masa lalu selalu bicara tentang kebesarannya, sementara Manusia masa depan berbicara bagaimana kontekstualisasi organisasi agar lebih relevan dan signifikan," imbuhnya.

Pasca pandemi yang penuh ketidakpastian, tambah Jefri, transformasi manjadi kata kunci global untuk menghadapi situasi saat ini. Transformasi dapat terwujud jika proses dilewati dengan benar. Artinya hidup berorganisasi adalah membangun manusia bagi masa depan. 

"Masa kini menuju masa depan terbentang proses yang harus dilewati dengan segala dinamika dan tantangannya. Di hulu harus sehat, terdidik dan berkarakter, sadar posisi dan komitmen nilai akan nilai beragama. Sementara di hilir harus produksi, adaptif, inovatif, beradab dan berbudaya. Secara internal tentunya harus berkesan agar secara eksternal bisa memainkan peran secara relevan, dan secara internal harus berkolaborasi," pungkasnya.

Editor: Chairul Ichsan

Bagikan melalui:

Komentar