SINARPAGINEWS.COM, TEGAL - Investasi etis (ethical investment) dikenal juga dengan istilah investasi tanggung jawab sosial (socially responsible investments). Ada juga yang mengartikan dengan investasi hijau atau investasi berkelanjutan. Investasi etis merupakan jenis kegiatan investasi yang dalam keputusan pembentukan portofolio investasi mendasarkan integrasi beberapa kriteria non-finansial antara lain etika, sosial, lingkungan, governance dan religius. Artinya investor ketika memutuskan membeli saham bukan melulu mendasarkan pertimbangan keuntungan tetapi juga faktor-faktor lain seperti di atas.
Contohnya ketika investor mempertimbangkan faktor sosial dan lingkungan maka akan memilih saham yang masuk dalam indeks saham Sri-Kehati. Ketika mempertimbangkan prinsip-prinsip religius, misalnya agama Islam, maka investor akan memilih membeli saham atau reksadana syariah.
Investasi etis mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan tinggi baik di tingkat globat maupun di Indonesia. Di tingkat global, perkembangan investasi etis terlihat dari data aset investasi seperti yang dirilis The Global Sustainable Investment Alliance (GSIA), lembaga internasional di bidang investasi etis. GSIA mencatat pada 2016 nilai aset investasi etis global, khususnya di lima pasar utama dunia (Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Kanada dan Australia dan Selandia Baru), mencapai $22,89 triliun. Jumlah ini mengalami kenaikan menjadi $30,683 triliun pada tahun 2018 atau naik sekitar 34,05%. Secara umum tampak ada kenaikan aset investasi etis secara global dengan variasi pertumbuhan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan investasi etis tampak dari semakin bertambahnya jumlah indek saham berbasis non-financial. Sampai dengan akhir tahun 2019, ada 5 indeks yang dikategorikan sebagai indeks etis dari 34 indeks yang diterbitkan BEI. Indeks tersebut adalah Indek Bisnis-27 sebagai indek berbasis corporate governance, Indek Sri-Kehati sebagai indek berbasis sustenabilitas (sosial dan lingkungan), Jakarta Islamic Index (JII), Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index 70 (JII70), sebagai indek berbasis religius (syariah).
Ada tiga unsur terkait kegiatan investasi etis, pertama, pihak yang melakukan kegiatan investasi (pelaku investasi etis), kedua, bidang yang menjadi sasaran kegiatan investasi (obyek investasi etis). Ketiga, pendekatan yang digunakan pelaku investasi etis agar manajemen perusahaan mempertimbangkan obyek investasi etis (strategi investasi etis).
Pelaku investasi etis. Beberapa pihak yang memberi perhatian terhadap kegiatan investasi antara lain manajer investasi dan investor institusi. Perhatian manajer investasi terlihat dari adanya komitmen lebih dari 1.400 lembaga yang mewakili $59 triliun aset kelolaan untuk menerapkan ESG dengan menandatangani keanggotaan dalam the United Nations-supported Principles for Responsible Investment (UNPRI) pada tahun 2015. Adapun kepedulian investor institusi terlihat dari hasil survey RBC Global Asset Management pada tahun 2019, yang menunjukan 70% investor institusi di Kanada, Amerika Serikat dan United Kingdom menerapkan prinsip ESG (etika) dalam pengambilan keputusannya.
Obyek investasi etis. Obyek yang menjadi sasaran investasi etis antara lain etika, sosial, lingkungan, governance dan religius. Terkai etika, seorang investor memiliki prinsip atau keyakinan mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan perusahaan, baik terkait cara ataupun sifat produk yang dihasilkan. Sosial dan lingkungan menjadi faktor pertimbangan karena keduanya diharapkan dapat menjaga kelangsungan usaha perusahaan. Investor mempertimbangkan corporate governance karena faktor ini merupakan mekanisme yang dapat mengamankan kepemilikannya di perusahaan. Adapun faktor religius dipertimbangkan karena menyangkut kayakinan diri investor yang kemudian membatasi perilakunya termasuk dalam berinvestasi.
Strategi investasi etis, Secara umum ada dua strategi yang digunakan investor ketika mengarahkan manajemen agar memberikan perhatian terhadap masalah etika. Strategi tersebut adalah portofolio skrining dan aktivisme pemegang saham. Portofolio skrining meliputi skrining negatif dan skrining positif. Strategi skrining negatif dilakukan dengan mengurangi kepemilikan saham jika perusahaan melakukan aktivitas yang bertentangan dengan etika dan norma di masyarakat.
Strategi skrining positif dilakukan dengan mengambil keputusan berinvestasi setelah mendapatkan kepastian manajemen memberikan perhatian terhadap masalah etika. Sementara strategi aktivisme dilakukan dengan membeli atau menaikan kepemilikan saham pada perusahaan tertentu yang dianggap memiliki kinerja rendah dalam masalah etika. Kemudian melalui hak suara yang dimiliki, mereka mencoba mempengaruhi manajemen agar peduli atau memberikan perhatian terhadap masalah-masalah etika tersebut.(***)
Oleh: Abdulloh Mubarok
Dosen Tetap Program Studi Akuntansi FEB Universitas Pancasakti Tegal.
Editor: Ahmad Wahidin