SINARPAGINEWS.COM, TEGAL - Sekitar 150 para guru dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (Paud), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Raudhatul Athfal (RA) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti diskusi dan sosialisasi standar nasional pendidikan dan rapor pendidikan bertempat di Hotel Premier Kota Tegal pada Kamis (19/9/2024).
Acara sosialisasi ini dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan riset dan teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) bekerjasama dengan Komisi X DPR-RI dan Pusat standar dan kebijakan pendidikan (PSKP). Acara juga dihadiri pengawas sekolah dan juga ormas pendidikan.
Acara dibuka secara langsung oleh Wakil ketua komisi X DPR-RI Dr. Abdul Fikri Faqih melalui aplikasi Zoom karena beliau berada di Jakarta saat ini.
Dalam videonya, beliau mengapresiasi pelaksanaan kegiatan diskusi dan sosialisasi ini. Dirinya juga berharap apa yang disampaikan para narasumber dapat memberikan manfaat pengetahuan kepada seluruh peserta sosialisasi. Acara kemudian
Sebelum memberikan pemaparannya Ikhya Ulumudin, akrab disapa Ikhya memperkenalkan diri.
Dia mengaku kelahiran di Tegal, Jawa Tengah pada 04 Februari 1981. Meniti karier awal sebagai seorang guru matematika di sekolah swasta Jakarta sekitar 7 (tujuh) tahun. Lalu Pada tahun 2010 menjadi PNS di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pada tahun 2014 menduduki jabatan fungsional peneliti bidang kebijakan pendidikan.
Menjadi narasumber, Ikhya Ulumudin
Koordinator Substansi Standar Pembelajaran memaparkan soal 8 standar nasional pendidikan yang wajib diketahui para tenaga pendidik atau guru. Delapan hal tersebut diantaranya, standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan dan standar pembiayaan.
Sementara dari BSKP Kemendikbudristek RI Irsyad Zamjani, Ph.D mengaku bahwa pihaknya memiliki peran bagian evaluasinya. Memastikan bahwa standar standar itu diterapkan oleh guru guru di sekolah. Disisi lain, beliau juga melihat apakah standar itu dapat diterapkan dengan baik atau tidak. Dan apakah para murid di sekolah memiliki kompetensi sesuai SKL, apakah guru bisa belajar dengan standar baik, kemudian pengelolaannya sendiri bagaimana. Itu semua harus dievaluasi melalui sistem pendidikannya.
Disisi lain, Dirinya menerangkan soal perbedaan Ujian Nasional (UN) Dengan Asesmen Nasional (AN).
Dikatakan, Ada 3 perbedaan mendasar antara AN dan UN. Pertama, AN tidak menilai hasil individu siswa, melainkan juga menilai sekolah. Berbeda dengan Ujian Nasional hanya mengukur hasil individu setiap peserta didik
Siswa seringkali bekerja keras meraih nilai sempurna. Padahal, sebenarnya ini adalah tugas sekolah untuk mendidik siswanya. AN juga tidak lagi mengevaluasi hasil belajar murid, tetapi lebih mengevaluasi sistem pendidikan. Oleh karena itu, hanya sebagian siswa yang akan mengikuti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Perbedaan kedua, AN memotret proses pembelajaran secara komprehensif, berbeda dengan Ujian Nasional hanya menguji kemampuan kognitif dari peserta didik. Selain AKM untuk menguji kemampuan kognitif, di dalam AN juga terdapat Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar yang termasuk ke dalam proses pembelajaran peserta didik. Ketiganya dipadukan agar dapat memotret sistem pendidikan di sekolah.
Ketiga, tanggung jawab semua warga sekolah berbeda antara AN dan UN. Jika hasil dari UN seolah-olah merupakan tanggung jawab dari guru mata pelajaran tertentu. Namun, di dalam AN. yang diukur bukan lagi kemampuan mata pelajaran khusus, melainkan kompetensi mendasar seperti literasi dan numerasi yang dapat diajarkan oleh seluruh guru mata pelajaran.(hid/spn).
Editor: A.Wahidin