BANDUNG - Isu pergantian sistem pemilu legislatif (pileg) ini terus menghangat setelah adanya gugatan terhadap pasal sistem proporsional terbuka di UU Pemilu.
Gugatan tersebut didaftarkan sebagai perkara nomor 114/PUU-XX/2022 dan saat ini memasuki tahapan putusan setelah mendengarkan keterangan berbagai pihak terkait.
Dengan sistem proporsional terbuka murni, sejak 2009, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif (caleg) yang diharapkan duduk di parlemen, dan caleg yang berhak mendapatkan kursi di parlemen adalah mereka yang berhasil meraup suara terbanyak.
Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Sehingga, partai yang berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.
Terkait gugatan sistem pemilu tersebut, delapan partai politik di parlemen mendukung sistem pemilu tetap proporsional terbuka. Sedangkan satu partai, yaitu PDI-P ingin sistem pemilu diubah menjadi tertutup.
Menunggu hasil putusan atas gugatan tersebut, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Bandung, H. Osin Permana berharap MK dapat objektif tanpa adanya unsur interpensi diluar kepentingan masyarakat.

Hal itu ditegaskan saat menggelar diskusi bersama politisi, akademisi, fraktisi, mahasiswa, jurnalistik dan berbagai pihak lainnya melalui diskusi online bertajuk 'Menanti Putusan MK Tentang Gugatan Sistem Pemilu dan Dampak Politiknya'.
Diskusi tersebut digelar pada Sabtu, 18 Maret 2023, Kemarin. Hadir Narasumber yaitu, Dr. H. Asep A. Sahid Gantar, Dr. Absar Kartabrata, Dr. Ahmad Doli Kurnia, Dr. Uu Nurul Huda, Dr. Fery Kurnia R, Dr Herzaky Mahendra dan dipandu oleh Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kab Bandung, H Osin Permana.
Pada diskusi tersebut, para pembicara dan berbagai kalangan peserta diskusi keseluruhan mengarah pada ketidaksetujuan jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup nanti.
Hal itu kemudian disampaikan oleh H. Osin Permana bahwa pihaknya siap menjalankan sistem pemilu pada 2024 mendatang, namun sistem tersebut tetap proforsional terbuka.
"Pertama kita sudah sepakati, tidak ada sistem Pemilu yang sempurna ya," ungkap H Osin saat menyimpulkan diskusi online bersama berbagai kalangan, pada Sabtu (18/3/2023)
Menurut H Osin, perubahan sistem tersebut semestinya di bahas melalui DPR. "Evaluasi dan penentuan sistem Pemilu adalah kewenangan pembentuk undang undang yaitu DPR," katanya.
"Maka kita serahkan untuk evaluasi dan penentuan sistem itu adalah menjadi kewenangan DPR," tutrnya.
Terlebih, H Osin berharap MK harus berimbang dan objektif. "MK bisa melihat secara menyeluruh ya, objektif ya, kemudian juga bebas dari berbagai kepentingan politik ya, dan berharap MK tidak mengeluarkan putusan yang goib," katanya.
H Osin menjelaskan, jika terdapat nanti adalah putusan yang bertentangan dengan putusan yang telah dikeluarkan pada tahun 2008 lalu.
"Ini akan terjadi preseden buruk dan jangan jangan orang juga benar menyangka bahwa MK sudah kena intervensi politik," singgungnya.
Ia berharap bahwa, MK bisa menjaga marwahnya dan bisa mengeluarkan keputusan yang arif dan bijaksana untuk kemaslahatan bangsa.
Editor: Dimas Madia