Cuaca Ekstrem Akibat Pemanasan Global, Puan: Kuncinya Ada Pada Kaum Perempuan

Destinasi - Jumat, 17 September 2021

210917063117-cuaca.jpg

Foto : Dok Puspen TNI

Kredit visual: freepik.com

SINARPAGINEWS.COM,PEREMPUAN - Banjir, kebakaran hutan, dan bencana lain akibat perubahan cuaca yang ekstrem terus terjadi. Dunia memang tengah dinaungi kekhawatiran tentang dampak pemanasan global terhadap perubahan cuaca yang membahayakan.

Mengatasi hal itu, diperlukan kerja sama semua pihak, dari pemangku jabatan, ilmuwan, dan lembaga-lembaga terkait, hingga masyarakat dunia, termasuk kaum perempuan sebagai tonggak pendidikan generasi bangsa untuk menanamkan pola pikir dan kebiasaan yang lebih “hijau” atau ramah lingkungan.

Pasalnya, peningkatan suhu bumi yang terus terjadi menyebabkan amukan alam. Laporan panel iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, suhu bumi telah meningkat 1,1 derajat Celcius sejak abad ke-19.

PBB juga menekankan apabila tidak ada penanganan signifikan, suhu bumi bisa saja naik 1,5 derajat Celcius dalam 20 tahun. Pada laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang dirilis kemarin, para ilmuwan menyebut manusia adalah penyebab utama pemanasan global.

Upaya mengurangi emisi karbon dioksida atau gas rumah kaca juga dianggap tak mampu menghilangkan seluruh dampak pemanasan global. Akibatnya, perubahan iklim sudah terjadi di penjuru dunia dalam beberapa waktu belakangan ini.

Tak hanya terjadi di Indonesia. Negara lain kerap mengalami bencana alam akibat pemanasan global ini. Misalnya, banjir bandang di Jerman dan Tiongkok, kebakaran hutan di Siberia, Turki, dan Yunani, juga gelombang panas yang menewaskan ratusan orang di Amerika dan Kanada.

Laporan PBB itu juga memperingatkan bahwa bencana selanjutnya dapat lebih buruk dari yang tengah terjadi sekarang. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pun menilai, laporan itu ialah kode merah untuk kemanusiaan.

Dalam laporan tertulis bahwa dunia telah gagal membendung penambahan karbon dioksida di atmosfer. Peningkatan suhu sebagai dampak emisi karbon ini akan memperparah bencana alam dan meningkatkan permukaan air laut.

Banyak pemimpin dunia mulai menyerukan pentingnya kerja sama dunia untuk mengatasi problematika ini. Dalam cuitannya beberapa waktu lalu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden lewat akun Twitter-nya menyatakan siap untuk melawan pemanasan global.

“Kami tidak sabar untuk mengatasi krisis iklim. Tanda-tandanya tidak salah lagi. Ilmu pengetahuan tidak dapat disangkal. Dan biaya kelambanan terus meningkat,” tulis Biden.

Dampak pemanasan global di Indonesia

Di Indonesia sendiri, kenaikan suhu tak bisa dihindari. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas), Indonesia mengalami peningkatan suhu udara rata-rata 0,5 derajat Celcius selama abad 20 serta akan diproyeksikan meningkat sebesar 0,8-1 derajat Celcius pada tahun 2020-2050.

Oleh karena itu, Ketua DPR RI Puan Maharani terus mengingatkan agar pemerintah Indonesia terus aktif mengajak negara-negara dunia untuk bersama-sama mengatasi pemanasan global.

Langkah tersebut, menurut Puan, sangat penting sebagai upaya mengatasi cuaca ekstrem di dalam negeri. Pasalnya, Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

“Upaya ini tidak bisa sendiri, Indonesia perlu mendorong negara-negara lain meningkatkan komitmen pengurangan emisi seperti yang telah saya sampaikan juga di forum Fifth World Conference of Speakers of Parliament (5WCSP) beberapa waktu lalu,” kata eks Menko PMK tersebut.

Tak hanya itu, Indonesia juga diminta untuk terus berkontribusi dalam upaya pencegahan bencana. Beberapa di antaranya, menurut Puan, adalah dengan menjaga agar tidak terjadi kebakaran hutan, mempercepat transformasi energi terbarukan, hingga berkomitmen terhadap transportasi ramah lingkungan.

“Kemudian ajak masyarakat untuk mengenali isu ini dan berkontribusi agar bisa mewariskan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang,” kata dia.

Untuk itu, Puan juga menekankan peran perempuan sebagai penopang utama pendidikan anak-anak di rumah. Perempuan, menurut dia, punya kekuatan untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan para penerus bangsa nanti.

“Peran ibu sangat menentukan kualitas bangsa karena dibalik bangsa yang berjaya ada sosok wanita kuat di belakangnya,” ujar Puan.

Oleh sebab itu, dia melihat perempuan bisa menjadi solusi jangka panjang dalam mengatasi pemanasan global, yakni dengan mengadaptasikan kebiasaan dan pola pikir yang lebih ramah lingkungan kepada anak-anak dan keluarga.

“Jadi anak-anak kita ajarkan bagaimana menjaga Bumi. Kenapa perlu mengurangi emisi, apa yang akan terjadi jika kita abai. Melalui pemahaman sejak dini, anak bisa menjadi agen-agen perubahan demi meneruskan cita-cita kita mewujudkan Bumi yang lebih baik,” kata Puan.

Di sisi lain, alumni FISIP Universitas Indonesia tersebut juga pemerintah melakukan berbagai langkah mitigasi potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, angin puting beliung dan tanah longsor. Hal ini diperlukan sebagai upaya menjamin keselamatan rakyat.

Dia meminta hal itu menyusul peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai potensi terjadinya cuaca ektrem di sejumlah wilayah di Indonesia dalam sepekan ke depan.

“Pemerintah agar menyiapkan langkah-langkah antisipasi bencana sedini mungkin untuk melindungi rakyat dari potensi bencana,” kata Puan.

Politikus PDIP itu meminta agar jajaran pemerintah di daerah-daerah yang berstatus siaga banjir itu untuk selalu siap siaga. Koordinasi Forkopimda di setiap wilayah dinilai perlu dilakukan secara intens untuk memastikan kondisi rakyat.

“Siapkan infrastruktur fisik maupun SDM (sumber daya manusia) semaksimal mungkin. Optimalkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan manakala terjadi banjir. Jangan sampai ada kata kecolongan, anomali alam, dan sebagainya,” tutur Puan.

Selain itu, pemerintah harus menyiapkan aspek jangka panjang dengan memanfaatkan teknologi sebagai upaya mitigasi bencana. Dengan begitu, kata Puan, dampak bencana alam bisa diminimalisir.

Penulis/Pewarta: Red
Editor: Red
© sinarpaginews.com 2021