Tata Kelola Keamanan Pangan dalam Islam

Ragam - Minggu, 22 Januari 2023

230122201810-tata-.jpg

Ilustrasi

SINARPAGINEWS.COM, MAJALENGKA - Kasus anak yang keracunan jajanan chiki ngebul di wilayah Jawa Barat telah menyedot perhatian publik. Dinas Kesehatan Jabar pun terus akan melarang peredaran jajanan tersebut. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes Jabar, Nina Susana Dewi mengatakan, pihaknya sedang melakukan upaya terkait kejadian anak keracunan jajanan chiki ngebul.

“Kami melanjutkan informasi Surat Edaran kewaspadaan dari Kemenkes ke Dinkes Kabupaten/Kota, melakukan penyelidikan epidemiologi kasus yang dilaporkan, memantau terus perkembangan kasus dan kemungkinan adanya penambahan jumlah,” ucapnya pada Selasa (10/1/2023) lalu.

Chiki ngebul, jajanan yang satu ini memang sangat unik dan digemari oleh anak-anak. Ketika dikonsumsi, bisa mengeluarkan asap dari hidung. Asap pada makanan ini berasal dari nitrogen cair, yaitu nitrogen yang berada dalam keadaan cair pada suhu yang sangat rendah.

Cairan ini jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau sehingga tidak mengubah rasa jika digunakan untuk makanan. Padahal jika dilihat pada praktiknya, nitrogen cair yang menjadi uap itu sangat berisiko terhirup ke saluran pernapasan.

Diantaranya menyebabkan radang dingin dan luka bakar, terutama pada beberapa jaringan lunak, seperti kulit. Selain luka bakar, bahwa menghirup terlalu banyak uap yang dihasilkan oleh makanan atau minuman yang diproses menggunakan nitrogen cair itu dapat memicu kesulitan bernapas yang cukup parah, yaitu bisa merusak organ tubuh.

Jajanan chiki ngebul ini juga sudah memakan korban. Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa efek serius keracunan makanan berasap dengan nitrogen cair, chiki ngebul ini tertuang dalam Surat Edaran KL.02.02/C/90/2023 tentang Pengawasan terhadap Penggunaan Nitrogen Cair pada Produk Pangan Siap Saji.

Selain itu, Kemenkes juga menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.07/III.5/67/2023 perihal Pelaporan Kasus Kedaruratan Medis dalam Penggunaan Nitrogen Cair pada Makanan. Isinya adalah instruksi bahwa dinas kesehatan setempat dan rumah sakit segera melapor jika menemukan kasus keracunan makanan berasap mengandung nitrogen cair atau chiki ngebul.

Di tengah kondisi ekonomi hari ini yang semakin sulit, para pengusaha berupaya dengan berbagai cara menarik perhatian pembeli, meskipun keamanannya belum dipastikan. Keamanan pangan adalah metode atau disiplin ilmiah berkaitan dengan penanganan, penyiapan, dan penyimpanan makanan untuk mencegah penyakit dari makanan atau keracunan makanan.

Terjadinya banyak kasus penyakit serupa akibat konsumsi makanan biasa dikenal sebagai wabah keracunan makanan atau keracunan massal. Makanan chiki ngebul yang sedang naik daun ini, dan minimnya pengawasan di pasaran, menunjukkan bahwa sistem keamanan pangan di negeri kita patut berbenah, baik dari sisi riset maupun birokrasi. Semua ini dilakukan demi memberikan layanan terbaik bagi masyarakat selaku konsumen produk pangan yang beredar di pasaran.

Sudah semestinya pemangku kebijakan lebih proaktif untuk terjun ke masyarakat melakukan pelayanan agar tercipta standar keamanan pangan. Penting juga untuk terus melakukan edukasi perihal konsep dan tata kelola keamanan pangan kepada masyarakat, khususnya kepada produsen pangan, pedagang makanan, serta konsumen produk pangan.

Hendaknya pemerintah juga tidak perlu menunggu ada laporan kejadian, bahkan yang sampai memakan korban, lantas baru melakukan tindakan penanggulangan. Jangan sampai kreativitas masyarakat terkait produk kuliner lebih banyak diberi perhatian dari aspek pemasarannya, tetapi lalai dari aspek keamanan pangan.

Selain itu, terkait keamanan pangan ini para pengusaha kecil dan menengah juga banyak memperoleh ganjalan birokrasi dalam hal perizinan, pengawasan, hingga pelatihan. Adapun untuk korporasi produsen pangan, tidak jarang pemerintah kalah argumentasi karena tidak sedikit para korporat itu yang sejatinya bagian dari jejaring oligarki. Sehingga pemerintah tersandera berbagai kepentingan ekonomi.

Terkait perihal dalam menjaga keamanan makanan, Allah SWT telah berfirman: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah [2]: 168).

Dalam Islam, perintah untuk makan makanan halal dan tayib tidak berdiri sendiri, melainkan harus disertai juga dengan pengurusan oleh negara melalui inspeksi pasar yang dilakukan oleh qadi hisbah (al-muhtasib).

Qadi hisbah bertugas mengurusi penyelesaian masalah penyimpangan-penyimpangan (mukhalafat) yang dapat membahayakan hak-hak jemaah. Qadi hisbah juga memiliki wewenang memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan secara langsung begitu ia mengetahuinya, di tempat mana pun tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan.

Dalam menjalankan tugasnya, qadi hisbah akan dibantu atau ditemani oleh syurthah (polisi) yang berada di bawah wewenangnya untuk mengeksekusi perintah-perintahnya dan menerapkan keputusannya saat itu juga karena keputusan qadi hisbah bersifat mengikat.

Diantara bentuk inspeksi pasar yang dilakukan oleh qadi hisbah bukan hanya untuk bahan mentah seperti yang dijual di pasar lauk dan sayur, akan tetapi juga produk-produk olahan berupa makanan, jajanan, obat-obatan hingga kosmetik.

Inspeksi ini tidak hanya berlaku untuk pasar tradisional atau pun pedagang kaki lima, tetapi juga pasar-pasar modern yaitu supermarket, serta pusat-pusat pengolahan pangan, baik itu berskala industri rumah tangga maupun pabrik besar milik korporasi.

Demikian itulah wujud pelayanan negara dalam menjalankan sistem dan tata kelola keamanan pangan. Semua itu adalah tugas dan pelayanan negara, bukan untuk ajang bisnis negara terhadap rakyatnya. Karena Rasulullah SAW bersabda, “Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Wallahu a'lam bishshawab.

Oleh : Tawati (Aktivis Muslimah Majalengka dan Revowriter)

Penulis/Pewarta: Liana
Editor: Red
© sinarpaginews.com 2023