Film "Pernikahan Arwah (The Butterfly House)" Tampilkan Kombinasi Budaya Tionghoa dan Kisah Horor Mencekam

Entertainment - Selasa, 8 Oktober 2024

241008191500-film-.jpg

Foto : Chairul Ichsan

Press Conference peluncuran foto perdana film “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)” di Work Coffee Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.

SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA — Entelekey Media Indonesia (EMI) berkolaborasi dengan Relate Films secara resmi merilis foto-foto perdana dari film terbaru mereka, “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)”, sebuah film horor yang menggabungkan unsur tradisi Tionghoa dengan alur cerita mencekam. Disutradarai oleh Paul Agusta, film ini menampilkan Morgan Oey, Zulfa Maharani, Jourdy Pranata, dan Brigitta Cynthia sebagai pemeran utama. 

Press Conference peluncuran foto perdana film “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)” yang diselenggarakan di Work Coffee Jakarta pada Selasa, 8 Oktober 2024 ini memberikan kesempatan kepada media dan publik untuk melihat sekilas film yang siap menambah warna baru di industri perfilman Indonesia. 

Foto-foto perdana film “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)” akhirnya diperkenalkan ke publik setelah melewati proses syuting beberapa waktu lalu. Foto-foto itu memperlihatkan sejumlah karakter utama dalam berbagai adegan dan latar. 

"Film Pernikahan Arwah (The Butterfly House) membawa elemen horor yang tidak hanya berfokus pada ketegangan, tetapi juga tentang budaya peranakan Tionghoa, terutama tradisi pernikahan arwah. Ini adalah tantangan bagi saya untuk menggabungkan dua elemen ini menjadi sebuah narasi yang kuat dalam film,” ujar Paul Agusta, sutradara film “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)”. 

Sebagai film pertama, “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)” menunjukkan komitmen Entelekey Media Indonesia dalam menghadirkan film berkualitas dengan sentuhan budaya lokal. Patricia Gunadi, Direktur Utama Entelekey Media Indonesia, menjelaskan bahwa film ini merepresentasikan visi EMI untuk memperkaya khazanah perfilman Indonesia dengan cerita yang autentik dan menarik.

“Kami ingin membawa film yang tidak hanya bercerita, tetapi juga memiliki nilai budaya. Pernikahan Arwah (The Butterfly House) adalah contoh bagaimana kami ingin memperkenalkan budaya budaya Indonesia, dalam hal ini tradisi Tionghoa, kepada audiens yang lebih luas,” ungkap Patricia.

Film “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)" bercerita tentang Salim (Morgan Oey) dan Tasya (Zulfa Maharani), pasangan yang sedang mempersiapkan pernikahan mereka, namun terjebak dalam misteri arwah leluhur Salim saat melakukan sesi foto pre-wedding di rumah keluarganya. Penulis skenario Aldo Swastia berbicara tentang inspirasi di balik cerita ini. “Inspirasi cerita film ini datang dari rekan saya, Ario Sasongko. 

Kami menulis skenario ini bersama, terinspirasi dari tradisi kuno pernikahan arwah dalam budaya Tionghoa, yang jarang diangkat di Indonesia. Tradisi ini merupakan bagian penting dari sejarah dan warisan budaya kita, dan saya Ingin menggabungkannya dengan genre horor untuk memberikan pengalaman yang berbeda bagi penonton" ujar Aldo. 

Film ini juga mengharuskan para aktornya untuk melakukan pendalaman karakter yang intens, terutama karena cerita ini menggabungkan elemen spiritual dan tradisional. 

Morgan Oey, yang berperan sebagai Salim, berbagi pengalamannya dalam mempersiapkan diri untuk memerankan karakter ini. “Saya melakukan cukup banyak riset tentang tradisi Tionghoa. Ini adalah pertama kalinya saya bermain dalam film horor dengan sentuhan budaya Tionghoa yang kuat, dan itu memberikan tantangan tersendiri,” kata Morgan. 

Proses syuting yang berlangsung di Lasem, sebuah kota yang terkenal dengan warisan budaya Tionghoa-nya, juga memberikan suasana otentik bagi film ini. 

Menurut Paul Agusta, pemilihan lokasi syuting sangat penting dalam menciptakan atmosfer yang sesuai dengan cerita. “Lasem memberikan energi yang unik. Ada sejarah panjang di setiap sudut kotanya, dan itu benar-benar membantu menciptakan latar yang sempurna untuk cerita ini,” jelasnya. 

Selain horor yang berakar pada tradisi, film ini juga menyajikan kisah cinta tragis yang menjadi salah satu elemen emosional yang mendasari konflik dalam cerita. “Kombinasi antara horor dan romansa di film ini memberikan dimensi baru yang lebih berlapis dan menarik, menjadikannya lebih dari sekadar film horor biasa,” tambah Aldo Swastia. 

Film ini dijadwalkan tayang di bioskop pada 2025. Secara berkala, film “Pernikahan Arwah (The Butterfly House)" akan terus merilis informasi-informasi terbaru tentang jajaran aktor-aktris dan karakter-karakternya, sinopsis, dan berbagai hal lainnya melalui akun media sosial Entelekey Media Indonesia. 

Film ini mengisashkan Sepasang calon suami istri, Salim dan Tasya, memutuskan untuk memindahkan proses foto pre wedding mereka ke rumah keluarga Salim setelah bibi Salim, satu-satunya keluarga sedarah Salim, baru saja meninggal dunia. 

Selain harus mengurus pemakaman bibinya, Salim ternyata harus melanjutkan ritual keluarganya untuk membakar dupa setiap hari di sebuah altar yang misterius atau nyawanya akan terancam. Kehadiran mereka dan tim foto pre wedding di rumah itu membuat arwah leluhur Salim yang meninggal di masa pendudukan Jepang muncul dan meneror mereka. 

Tasya tergerak untuk menguak misteri masa lalu dari keluarga Salim untuk bisa menenangkan arwah tersebut, sekaligus membebaskan calon suaminya dari kewajibannya agar mereka bisa pergi dari rumah itu. ***

 

Penulis/Pewarta: Chairul
Editor: Chairul
© sinarpaginews.com 2024