SINARPAGINEWS.COM, TEGAL - Hampir di semua platform media sosial kita beberapa waktu yang lalu diramaikan oleh aksi pamer gaya hidup Frugal Living yang dijalankan oleh beberapa orang, sebagian besar diantaranya adalah generasi muda dibawah usia 30 tahun. Aksi Frugal Living yang dipamerkan antara lain dengan gaya hidup Frugal Living, di usia yang kesekian berhasil membeli mobil, atau rumah sendiri. Apa yang salah dengan membeli mobil atau rumah di usia dua puluhan? Tidak ada yang salah, bahkan hal yang cukup membanggakan, apalagi jika dana yang digunakan adalah hasil kerja keras, dan tentu saja berhemat. Nah, yang menarik untuk dibicarakan adalah bahwa mereka, kaum muda yang mampu membeli aset mahal tersebut mengklaim bahwa mereka berhasil membelinya dari hasil menerapkan gaya hidup Frugal Living. Dan mereka menunjukkan cara mereka mengadopsi Frugal Living, antara lain penghematan luar biasa hampir di semua pengeluaran, yang akhirnya tidak bisa dibedakan, ini hemat atau pelit bin kikir, hingga akhirnya muncul parodi-parodi tentang gaya hidup Frugal Living ini. Perlu di telaah lebih dalam, bagaimana gaya hidup Frugal Living ini, supaya kita tidak terjebak pada pemahaman yang salah.
Frugal Living diartikan sebagai konsep dimana seseorang mengalokasikan dana yang dimiliki dengan kesadaran penuh (mindfull), dengan pertimbangan dan analisis yang baik disertai dengan strategi pencapaian tujuan keuangan masa depan yang jelas. Jadi jelas di sini, bahwa Frugal Living bukan hanya bergaya hidup sehemat-hematnya untuk mendapatkan sesuatu yang kita tuju atau inginkan, tapi bagaimana kita dapat menempatkan kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan porsi dan prioritas pemenuhannya, sehingga kita bisa mengalihkan dana yang seharusnya di gunakan untuk kebutuhan tersebut pada kebutuhan yang lain.
Jika kita dapat mengenali kebutuhan kita, maka kita akan dengan mudah menyusun prioritas kebutuhan kita. masalahnya, seringkali kita justru tidak dapat membedakan mana yang kebutuhan mana yang keinginan sesaat. Hal ini diperparah lagi dengan gaya hidup konsumtif dan hedonis yang mengepung keseharian kita, jangankan mampu menyusun prioritas kebutuhan, yang banyak terjadi kita tidak lagi mengenali mana kebutuhan yang harus di prioritaskan atau hanya sekedar keinginan yang melintas sekilas di pikiran.
Saat kita berhasil membuat prioritas kebutuhan kita dan menaatinya dengan dana yang ada pada kita, tak berlebih tak juga kurang, disitulah kita boleh disebut mengadopsi gaya hidup Frugal Living. Jelas bahwa Frugal Living bukan gaya hidup pelit atau kikir, karena banyak sekali perbedaannya, Orang pelit cenderung tidak melakukan riset ketika melihat harga terendah di hadapan mereka, orang pelit menganggap bahwa uang adalah aset utama mereka, tentunya hal ini berlawanan dengan konsep Frugal Living yang akan memilih kualitas yang baik dengan harga yang baik juga. Tidak harus selalu mahal, juga bukan yang semurah mungkin, tetapi menganalisis yang mana lebih baik untuk dibeli dari segi harga dan kualitas.
Langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan Frugal Living ini dalam keseharian kita supaya menjadi habit, dan ini tidak mudah. Beberapa Langkah berikut dapat kita lakukan dalam mengadopsi gaya hidup ini, yang pertama, pastikan bahwa kita memiliki tujuan finansial (financial goals) yang jelas dan masuk akal. Tujuan keuangan yang masuk akal dapat meningkatkan kualitas kehidupan kita. Merumuskan financial goals yang jelas dan masuk akal akan membantu kita untuk dapat mencapainya, agar semua upaya yang dilakukan tidak sia-sia. Bentuknya bisa saja mengumpulkan dana untuk pernikahan, membeli rumah, tabungan pendidikan anak, merencanakan pensiun dini, mengamankan dana darurat yang cukup, atau memiliki dana pensiun yang cukup. Kedua, selalu analisis kebutuhan versus keinginan sebelum membelanjakan uang anda. Hasil penelitian terhadap perilaku konsumen menunjukkan bahwa pengeluaran untuk memenuhi gaya hidup jauh lebih besar daripada pengeluaran membeli kebutuhan. Selanjutnya kita perlu menghindari penggunaan hutang yang bertujuan konsumtif, yang tidak memberikan manfaat produktif pada cash flow kita, misalnya, hutang untuk beli baju, makanan, yang hanya untuk kebutuhan pamer. Selanjutnya, jangan mudah terpengaruh perkembangan fashion, gadget, mobil, atau benda-benda lain yang tidak menentukan hidup mati kita. Menghindari siklus konsumerisme dan tidak melakukan impulsif buying adalah perilaku yang harus dijaga dalam Frugal Living. Mulailah berhenti memikirkan ekspektasi orang lain atas diri kita. Langkah terakhir untuk mengadopsi Frugal Living ini adalah cobalah untuk mempunyai persepsi dan kesadaran bahwa hidup bukan untuk saat ini saja, masih ada hari esok, masih ada anak-anak yang perlu diperjuangkan, masih ada generasi penerus yang akan menggantungkan hidupnya di bumi ini.
Penambahan jumlah penduduk dunia, keterbatasan sumberdaya dan berbagai isu lingkungan yang mengemuka akhir-akhir ini menyisakan pertanyaan, bagaimanakah generasi yang akan datang memenuhi kebutuhan hidupnya. Frugal Living bukan sekedar trend yang kemudian disalahkaprahkan dengan gaya hidup extrim pelit, dengan segala kontroversinya, jangan pula menggunakan Frugal Living hanya sebagai FOMO (fear of missing out) supaya terlihat update, tapi jadikan Frugal Living ini sebagai pilihan hidup, karena Frugal Living tidak hanya untuk kebaikan diri sendiri, tapi untuk keberlangsungan bumi dan solusi dari keterbatasan sumber daya.(***).
PENULIS: Ira Maya Hapsari
Dosen Manajemen FEB UPS Tegal
Editor: A.Wahidin