"Dispensasi Nikah, Maju Kena Mundur Kena, Islam Wujudkan Generasi Emas"

"Dispensasi Nikah, Maju Kena Mundur Kena, Islam Wujudkan Generasi Emas"

SINARPAGINEWS.COM, CIREBON - Persoalan generasi muda saat ini miris dan mengelus dada, dari narkoba, tawuran, pergaulan bebas, dan masih banyak lainnya. Di awal tahun, viral berita ratusan pelajar hamil di luar nikah yang berdampak pada banyaknya permintaan dispensasi nikah menghiasi berbagai platform media sosial.

Sebagai pengajar dan pendidik, yang juga ikut bertanggung jawab atas masa depan generasi, perwakilan guru dari kota dan kabupaten Cirebon pada hari sabtu (11/02/2023) berkumpul dalam acara Talkshow dengan tema “Dispensasi Nikah, Maju Kena Mundur Kena, Islam Wujudkan Generasi Emas” yang di inisiasi oleh Forum Guru Muslimah Inspiratif membahas persoalan yang menimpa generasi muda khususnya pelajar dan mencari solusi terbaik untuk mengatasinya.

Selaku moderator, ibu Vertie Oriza Realita,S.P juga berprofesi sebagai tenaga pengajar di sekolah menengah, membuka acara talkshow dengan memaparkan fakta dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) yang mengungkapkan ada empat provinsi dengan angka dispensasi nikah tertinggi di Indonesia. Empat provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.

Ibu Agustina, M.Stat sebagai nara sumber menambahkan fakta tentang enam kota di Jawa Barat yang tercatat permohonan dispensasi tertinggi adalah Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Cirebon, Majalengka, Indramayu.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Jawa Barat disebutkan bahwa jumlah pengajuan dispensasi pernikahan dini di Jawa Barat selama tahun 2022 sebanyak 8.607, terdiri dari 4.297 perempuan dan 4.310 laki-laki, dan 70% diantaranya disebabkan karena hamil diluar nikah.

Pengajuan dispensasi pernikahan, salah satu alasannya adalah karena usia yang belum sampai pada batas minimal yang dibolehkan Undang-Undang yaitu 19 tahun. Selain karena hamil diluar nikah, pergaulan bebas, pendidikan juga menjadi faktor penyebab, dimana mereka belum paham resiko menikah. Faktor ekonomi juga menjadi alasan terjadinya pernikahan dini, karena dianggap bisa mengurangi beban hidup keluarga dan sang anak menjadi tanggungan dari suaminya kelak.

Menurut KPAI banyaknya kasus tersebut dianggap sebagai “bencana nasional” yang akan memunculkan rangkaian persoalan akibat pernikahan dini, diantaranya, kematian ibu dan bayi, membahayakan kesehatan mental, stunting kekurangan gizi, dapat terkena kanker serviks, osteoporosis kecacatan, merugikan negara secara ekonomi, meningkatnya resiko KDRT.

Dari analisis tersebut muncul solusi yang ditawarkan, dengan melakukan edukasi bahaya pernikahan dini, sosialisasi pendidikan seks dan kesehatan reproduksi, memperketat syarat dispensasi nikah (menambah batasan umur), pendidikan dan pemberdayaan perempuan, mendorong terciptanya kesetaraan gender. Namun ternyata solusi yang ditawarkan pun belum mampu mengatasi persoalan tersebut, yang angkanya meningkat dari tahun ke tahun.

Penyebabnya adalah solusi yang ditawarkan belum menyentuh akar dari permasalahan. Kalau diperhatikan akar dari persoalan utama, yaitu adalah karena kehidupan sekuler (memisahkan agama dari kehidupan), perilaku hidup bebas yang mengambil standar perbuatannya adalah manfaat, marak pornografi dan pornoaksi yang mengooptasi benak generasi dengan persepsi seksual.

Dunia pendidikan yang diharapkan menjadi benteng pembentukan generasi hebatpun belum mampu mengambil peran yang signifikan. Asas pendidikan saat ini adalah sekulerisme, yakni adanya dikotomi pelajaran agama dan umum. Sementara materi pelajaran agamapun tak menyentuk akidah (darimana manusia berasal, akan kemana dan apa tujuan hidup di dunia).

Suasana Talkshow pun semakin memanas dengan penyampaian fakta dari para peserta, diantaranya dari ibu Yati Juyati, Spd, seorang kepala sekolah juga ibu Hamidah, guru Bimbingan Konseling yang mendapatkan fakta – fakta yang sangat miris terjadi pada anak-anak didik di lingkungan tempat mereka bekerja.

Kemudian, Bunda Nurul Husna sebagai narasumber kedua menjelaskan bagaimana Islam memandang persoalan pernikahan dini dan bagaimana cara Islam menyelesaikan persoalan sehingga mampu mewujudkan generasi emas sebagaimana yang dicita-citakan negeri ini di tahun 2045.

Islam tidak melarang pernikahan dini, yaitu pernikahan yang dilakukan di masa awal masa balig, sepanjang memenuhi seluruh ketentuan syariat Islam tentang pernikahan. Bahkan Islam menjadikan pernikahan sebagai perkara sunnah yang disukai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya SAW.

Islam bahkan memudahkan bagi siapa pun yang telah mampu untuk menikah. Islam juga tidak perlu lagi memperdebatkan tentang batas minimal usia calon mempelai yang tepat untuk menikah sebagaimana yang terjadi saat ini.

Dalam Islam nikah dini dibimbing bukan malah dituding. Negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam membimbing rakyatnya yang akan melakukan nikah dini, antara lain:

Pertama, menerapkan sistem pendidikan Islam Kaffah, yang di dalam kurikulumnya memuat materi-materi terkait dengan penyiapan pemuda yang akan menikah (include dalam kurikulum pendidikan yang menargetkan pembentukan Syakhshiyyah Islamiyah pada outputnya).

Kedua, menderaskan arahan-arahan dan sosialisasi terkait dengan persiapan pernikahan (baik konsep Islam/fiqihnya, kesiapan mental, skill dan kepemimpinan) melalui berbagai forum dan sarana media.

Negara punya tanggung jawab penuh untuk memastikan setiap keluarga memahami tanggung jawab mereka dalam mendidik anak-anaknya dengan Islam serta menyiapkan sejak dini pembentukan kepribadian Islam pada mereka.

Dengan sistem pendidikan Islam yang diterapkan secara kaffah, negara dapat menguatkan pembentukan karakter generasi yang telah dimulai oleh orang tua dalam keluarga.

Masyarakat yang dibina dan diberikan arahan-arahan Islam oleh negara, juga akan tersuasana melakukan kontrol sosial secara dinamis dengan selalu menegakkan amar makruf nahi munkar,

Sehingga generasi yang kita harapkan, adalah ketika mereka mau menikah, mereka memahami pernikahan itu sendiri, tau tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan dan juga terbentuk generasi yang takut kepada Allah.

Optimisme mewujudkan generasi emas 2045 bukan hal yang mustahil untuk terealisasi jika Islam dijadikan asas dan sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan.

Reporter : Ati_Cirebon

Editor: Red

Bagikan melalui:

Komentar