SINARPAGINEWS.COM, KAB.MAJALENGKA - Pada 9 Maret 2023 lalu, dalam memperingati Hari Perempuan Internasional, Jabar Bergerak Zillenial Kota Sukabumi bersama Suluh Perempuan telah menggelar talkshow di Radio Swara Perintis, dengan mengusung tema “Suara Perempuan Zillenial”.
Turut hadir Ketua Jabar Bergerak, Cut Ananda bersama dengan Ketua Suluh Perempuan, Siti Nuraeni. Dalam momen tersebut kesetaraan gender menjadi isu yang diperbincangkan, salah satunya yaitu mengenai kesempatan setara bagi perempuan dalam memimpin suatu organisasi.
Menarik apa yang diperbincangkan. Kesetaraan gender dikampanyekan sebagai ide yang akan membuat hak asasi perempuan tercapai, baik sebagai manusia maupun sosok perempuan. Tercapainya hak ini dianggap bisa membawa kesejahteraan dan kebebasan untuk perempuan.
Padahal sejatinya, ide kesetaraan gender adalah perangkap Barat bagi muslimah, agar para muslimah memiliki kepribadian yang berpikir dan berbuat menggunakan standar hidup mereka.
Landasan hidup adalah sekularisme, yaitu memisahkan aturan agama dalam kehidupan. Aturan agama hanya digunakan di ruang privat, dibuang ke ruang publik, dan digantikan dengan aturan yang dibuat berdasarkan akal manusia.
Ide kesetaraan gender menjadikan perempuan bebas berbuat sesuai kehendaknya, melupakan tuntunan syariat yang ditetapkan Allah SWT. Sebagai sebuah ide, hakikatnya kesetaraan gender hanyalah ilusi.
Secara fitrah, laki-laki dan perempuan berbeda, masing-masing diantara keduanya memiliki tugas khusus sesuai kodratnya. Namun ide ini telah memaksa kaum perempuan menjalani tugas yang harusnya diemban laki-laki juga memberikan beban ganda kepada perempuan.
Kondisi ini pastinya akan berdampak buruk bagi keluarga dan anak-anaknya karena perannya sebagai ibu generasi akan terlalaikan. Anak-anak menjadi tumbuh tanpa bimbingan sehingga mereka berpotensi melakukan berbagai kenakalan remaja.
Bagi seorang muslim, sudah selayaknya pemikiran ini ditinggalkan karena bersumber dari akal manusia dan lahir dari paham sekuler, bukan dari akidah Islam. Apalagi faktanya banyak kontradiksi dan standar ganda dalam penerapannya. Hal itu cukup menjadi bukti sebagai kelemahan dan kesesatannya bagi solusi persoalan perempuan.
Jika kita analisa kembali, persoalan yang menimpa umat saat ini sesungguhnya bukan sekadar ketertindasan perempuan semata. Fakta kemiskinan, ketidakadilan, kekerasan, kebodohan dan beragamnya persoalan oleh kalangan feminis diklaim sebagai “persoalan perempuan” nyatanya tidak hanya menjadi “milik” kaum perempuan. Melainkan ini adalah persoalan umat secara keseluruhan.
Seluruhnya berpangkal pada akar yang sama, yaitu rusaknya tatanan kehidupan yang diterapkan. Tatanan hidup sekuler kapitalistik telah mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini.
Umat memang sedang sakit! Oleh karenanya dibutuhkan adanya suatu perubahan yang mendasar, yaitu kembali pada sistem Islam. Dalam perjuangan mengembalikan sistem kehidupan Islam inilah hendaknya gerakan muslimah bangkit dan bergerak mengambil peran. Para muslimah harus bersinergi dengan gerakan umat secara keseluruhan untuk melakukan perubahan yang bersifat mendasar.
Perjuangan muslimah semestinya tidak berkutat pada persoalan-persoalan cabang. Selain karena akan melalaikan umat dalam persoalan-persoalan yang parsial, fokus pada masalah-masalah parsial bisa mengokohkan dominasi sistem kufur dalam kehidupan kaum muslim.
Perempuan muslim Zillenial haruslah menjadikan Islam sebagai arah perjuangan. Beberapa upaya yang perlu dilakukan diantaranya:
Pertama, kaum muslimah hendaknya menjadikan akidah dan hukum Islam sebagai landasan gerak dan perjuangannya, bukan ide feminisme atau pun ide-ide lainnya yang asumtif dan sekularistik. Harus diyakini, hanya dengan menjadikan akidah dan hukum Islamlah gerakan Muslimah membawa berkah yaitu berupa kemuliaan umat yang hakiki.
Kedua, kaum muslimah selayaknya memiliki visi dan misi yang sama dengan pergerakan kolektif (jamaah) Islam, yakni bertujuan menegakkan kalimah Allah, dengan cara membina dan menyebarkan pemikiran Islam yang jernih dan kafah di tengah-tengah umat, terutama di kalangan muslimah lainnya, juga melakukan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik sehingga kesadaran akan rusaknya sistem kehidupan yang melingkupi mereka saat ini dan keharusan kembali pada sistem Islam akan tersebar menyeluruh di setiap komponen umat, baik laki-laki maupun perempuan.
Ketiga, kaum muslimah janganlah memisahkan dari perjuangan umat Islam secara keseluruhan. Pasalnya, dalam pandangan Islam, permasalahan yang muncul akan dipandang sebagai masalah manusia, tidak dibedakan sebagai masalah laki-laki atau perempuan. Semuanya menjadi tanggung jawab seluruh umat dan harus dipecahkan dengan pemecahan yang sama, yakni dengan Islam.
Keempat, gerakan muslimah harus bersifat politis, yaitu dengan mengarahkan perjuangannya pada upaya optimalisasi peran politik perempuan di tengah masyarakat sesuai aturan Islam. Disamping mengarahkan upaya pemberdayaan politik perempuan pada target optimalisasi peran dan fungsi kaum perempuan sebagai pencetak dan penyangga generasi.
Demikianlah seharusnya gerakan atau perjuangan muslimah. Arah pemberdayaan tidak semata fokus pada optimalisasi peran publik semata, melainkan mengarah juga pada upaya optimalisasi seluruh peran perempuan, baik itu di sektor publik maupun domestik, sesuai tuntunan syariat.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh : Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka)
Editor: Red