Rentetan temuan tindak pidana korupsi

KPK Rekomendasikan Perbaikan Tata Kelola Pendidikan Tinggi untuk Cegah Korupsi

KPK Rekomendasikan Perbaikan Tata Kelola Pendidikan Tinggi untuk Cegah Korupsi Dok Humas

SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA - Rentetan temuan tindak pidana korupsi yang terjadi di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia, menjadi indikasi perlunya pembenahan tata kelola dan peningkatan integritas di lingkungan PTN. Karenanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan, termasuk untuk pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang dikelola PTN.

Dalam audiensi dengan jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) di Jakarta (30/3/2023), hal ini dikemukakan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dan Nurul Ghufron. Tanak memaparkan, pada dasarnya sejumlah kasus di lingkungan PTN belakangan ini erat hubungannya dengan integritas dalam penyelenggaraan pendidikan.

“Sebenarnya ini bukan masalah baru. Sebelumnya juga ada penyalahgunaan dana sumbangan untuk spesialis di salah satu universitas di Indonesia,” ujar Tanak, saat menyoroti tata kelola bagi penyelenggaraan pendidikan dan penerimaan mahasiswa/i baru di PTN.

Sementara itu, Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi, Prof. Nizam, mengapresiasi forum audiensi ini karena pihaknya dapat memaparkan latar belakang persoalan yang terjadi. Di saat yang sama, akan didapat pula rekomendasi terkait perbaikan tata kelola pendidikan di lingkungan perguruan tinggi dari KPK.

Nizam menyampaikan, saat ini tuntutan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, hebat, dan mampu bersaing secara global kian besar. Harapannya, perguruan tinggi di Indonesia mampu menghasilkan lulusan yang kompetitif.

“Untuk itu, dibutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Berdasarkan perhitungan standar biaya bagi mahasiswa perguruan tinggi, hanya sekitar 28% yang bisa dicover oleh pemerintah.” kata Nizam.

Lebih lanjut, Nizam menyampaikan terkait biaya penyelenggara pendidikan, terdapat dua komponen yaitu melalui UKT (Uang Kuliah Tunggal) dan juga SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi). UKT ditentukan berdasarkan hitungan standar biaya minimal yang dibutuhkan setiap program studi. Sementara SPI didapat dari pembukaan jalur mandiri, sebagai sumbangan untuk mengembangkan institusi dan besarannya disesuaikan dengan kemampuan orang tua.

“Hal ini yang menjadi ketakutan para rektor. Apakah SPI ini dapat diberlakukan atau tidak dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini juga menyangkut administrasi mahasiswa yang dikenai SPI,” papar Prof. Ganefri, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Indonesia (MRPTNI).

Rekomendasi KPK bagi PTN
Menyikapi permasalahan tersebut, KPK merekomendasikan Diktiristek dan juga MRPTNI untuk mengingatkan setiap perguruan tinggi agar setiap pemungutan yang dilakukan bersifat sah. Tanak mengatakan, pemungutan biaya dimungkinkan selama digunakan sesuai kepentingan dan aturan yang sesuai dengan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

“Rektor tidak perlu paranoid, yang penting menjalankan sesuai koridor hukum,” pesan Tanak.

Selain itu, KPK juga merekomendasikan agar perguruan tinggi meminta advis dengan memanfaatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di masing-masing perguruan tinggi. Secara paralel, KPK melalui Kedeputian Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat juga dapat membantu memberikan masukan sebagai upaya mencegah terjadinya korupsi.

Rekomendasi perbaikan lainnya yang disampaikan KPK terkait dengan status mahasiswa yang dikenakan biaya SPI. Ini diperlukan agar adanya kriteria yang jelas dan berlandaskan hukum.

“Nomenklaturnya pelu diperluas terkait yang wajib membayar SPI, kemudian diatur dan dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan,” kata Nurul Ghufron.

Direktur Monitoring KPK, Agung Yudha Wibowo menambahkan, persoalan yang terjadi juga ada di berbagai sektor, tidak hanya di pendidikan saja. Ia menjelaskan, khusus untuk sektor pendidikan, KPK tengah menyusun kajian yang nantinya akan segera dikoordinasikan dengan Diktiristek.

“Rekomendasi dan hasil kajian berisi rekomendasi perbaikan dalam perspektif antikorupsi. Kami berharap dengan Diktiristek dapat berbagi tugas untuk menemukan dampak dari persoalan yang terjadi. Lalu mencari solusi dan ditunjang juga oleh legalitas dan regulasi agar akuntabel,” jelas Agung.(spn/kpk)

Editor: Red

Bagikan melalui:

Komentar