SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menggelar IP Talks Seri Kesepuluh dengan tema Sistem Paten dan Tata Cara Permohonan Paten pada Senin, 20 Januari 2025, di Kantor DJKI. Webinar ini bertujuan memberikan wawasan mendalam mengenai sistem paten di Indonesia serta tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam mengajukan permohonan paten.
Paten adalah bentuk perlindungan hukum yang diberikan untuk penemuan atau invensi di bidang teknologi yang menawarkan solusi atas masalah tertentu. Ada dua jenis paten, yakni paten biasa dan paten sederhana.
“Paten biasa biasanya memiliki ruang lingkup yang lebih luas dan proses yang lebih panjang, sementara paten sederhana lebih mudah diajukan dan proses persetujuannya lebih cepat. Namun, kedua jenis paten ini memberikan perlindungan hukum yang setara, dengan jangka waktu perlindungannya yang sama,” jelas Sonya Pau Adu, Ketua Tim Kerja Administrasi Permohonan Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang.
Selain itu, sejak 19 Agustus 2019, pengajuan paten dapat dilakukan secara online melalui situs resmi paten.dgip.go.id untuk mempermudah proses administratif bagi pemohon.
“Proses pengajuan paten biasa memerlukan waktu sekitar 54 bulan, sementara paten sederhana hanya memerlukan waktu sekitar 8 bulan. Sebelum mengajukan permohonan, pemohon harus memastikan syarat dan biaya yang diperlukan,” tambah Sonya.
Sonya juga mengingatkan agar pemohon melengkapi data yang diperlukan saat mengajukan permohonan paten. Beberapa dokumen yang perlu diunggah antara lain:
- Deskripsi Permohonan Paten dalam Bahasa Indonesia;
- Klaim;
- Abstrak;
- Gambar Invensi (PDF) dan Gambar untuk Publikasi (JPG);
- Surat Pernyataan Kepemilikan Invensi oleh Inventor (kecuali untuk PCT);
- Surat Pengalihan Hak (jika inventor dan pemohon berbeda atau pemohon merupakan badan hukum);
- Surat Kuasa (jika diajukan melalui konsultan);
- Surat Keterangan UMK (jika pemohon merupakan usaha mikro atau kecil);
- SK Akta Pendirian (jika pemohon merupakan lembaga pendidikan atau litbang pemerintah).
Selanjutnya, Sonya menjelaskan bahwa dalam proses pendaftaran, penting untuk memastikan bahwa data yang diinput sesuai dengan dokumen yang diunggah. Jika ada kekurangan atau kesalahan dalam pengajuan, pemohon tidak dapat memperbaiki dokumen atau data yang telah disubmit tanpa biaya tambahan.
“Harus sangat hati-hati saat mengisikan data, karena setelah submit, perubahan data akan dikenakan biaya. Selain itu, jika permohonan ditarik kembali, baik saat pemeriksaan formalitas atau substantif, pemohon akan dikenakan biaya sesuai dengan tahap yang sudah dilewati,” ungkapnya.
Sonya berharap agar para inventor di Indonesia dapat menghasilkan paten yang berpotensi untuk dikomersialkan, sehingga mendorong semangat riset lebih lanjut.
“Contohnya, paten sederhana seperti sedotan berkerut yang memudahkan pengguna untuk minum, bisa mengarah pada komersialisasi yang besar dan berpotensi menghasilkan pendapatan hingga 1 juta USD per hari. Ini menunjukkan betapa pentingnya paten dalam memberikan nilai ekonomi terhadap penemuan,” tambahnya.
Sebagai kesimpulan, IP Talks kali ini menekankan pentingnya menjaga dan melindungi inovasi melalui paten untuk mencegah pelanggaran hukum yang dapat merugikan pemegang paten. Selain itu, pemahaman dan pengelolaan yang tepat dalam pengajuan paten dapat membantu pemohon memperoleh perlindungan hukum yang maksimal atas penemuannya.