SINARPAGINEWS.COM, JATIM – Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, pada hari Selasa tanggal 25 Maret 2025, Kajati Jatim Prof. (HCUA) Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA, CSSL memimpin Ekspose Mandiri 24 (dua puluh empat) perkara yang diajukan untuk dihentikan Penuntutannya.
Berdasarkan Keadilan Restoratif melalui sarana virtual, dengan dihadiri oleh Wakajati, Aspidum, Koordinator dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Surabaya, Kajari Kota Blitar, Kajari Jember, Kajari Sumenep, Kajari Tanjung Perak, Kajari Kabupaten Mojokerto, Kajari Batu, Kajari Kabupaten Pasuruan, Kajari Lumajang, Kajari Pacitan, Kajari Kota Mojokerto dan Kajari Kabupaten Kediri.
Keduapuluh empat perkara tersebut terdiri dari : pada Seksi A sebanyak 13 (tiga belas) perkara, Seksi B sebanyak 2 (dua) perkara, Seksi D sebanyak 1 (satu) perkara, dengan rincian sebagai berikut:
SEKSI A (TINDAK PIDANA KEAMANAN NEGARA, KETERTIBAN UMUM, ORANG, DAN HARTA BENDA)
18(delapan belas) perkara sebagai berikut :
4(empat) Perkara Tindak Pidana Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP, diajukan oleh Kejari Surabaya, Kejari Tanjung Perak, Kejari Kabupaten Pasuruan dan Kejari Lumajang;
3(tiga) perkara pencurian dengan Pemberatan yang memenuhi ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP, diajukan oleh Kejari Blitar, Kejari Kabupaten Mojokerto dan Kejari Pacitan;
1(satu) Perkara Tindak Pidana Penipuan atau Penggelapan yang memenuhi ketentuan Pasal 374 KUHP atau Pasal 372 KUHP, diajukan oleh Kejari Kabupaten Kediri;
3(tiga) perkara Tindak Pidana Penadahan yang memenuhi ketentuan Pasal 480 ke-1 KUHP, diajukan oleh Kejari Surabaya, Kejari Batu dan Kejari Kota Mojokerto;
2(dua) perkara Tindak Pidana Penganiyaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1, diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Sumenep;
4(empat) perkara Tindak Pidana Penganiyaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (1) Ke-1 KUHP, diajukan oleh Kejari Sumenep (3 perkara) dan Kejari Kabupaten Mojokerto;
SEKSI B (TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA)
2 (dua) perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika :
Diajukan oleh Kejari Jember dan Kejari Kota Mojokerto yang disangka melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
SEKSI C (TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK)
3(tiga) perkara sebagai berikut :
1(satu) perkara KDRT yang memenuhi ketentuan pasal 49 UU RI No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kerasan Dalam Rumah Tangga, diajukan oleh Kejari Surabaya;
2(dua) perkara Perlindungan Anak yang memenuhi ketentuan Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP atau Pasal 351 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, diajukan oleh Kejari Jember;
SEKSI D (SUMBER DAYA ALAM (SDA) DAN TINDAK PIDANA UMUM LAINNYA (TPUL))
1 (satu) perkara Tindak Pidana Lalu Lintas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 ayat (2) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, diajukan oleh Kejari Surabaya.
Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Untuk itu, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagaimana diatur di dalam Perja No 15 Tahun 2020, yaitu : Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara; Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika, penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user); tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika.