Kejagung Periksa Pejabat Kementerian ESDM dan 6 Orang Saksi Lain dalam Perkara Minyak Mentah Pertamina

Kejaksaan24 Dilihat

SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai saksi perkatra dugaan korupsi minyak mentah PT Pertamina (Persero). Pemeriksaan pada Rabu, 9 April 2025 tersebut bersamaan dengan 6 orang saksi lainnya yang turut diminta keterangan terkait perkara tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H, M.Hum menerangkan pemeriksaan dilakukan Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kapuspenkum Kejagung.

Satu orang saksi dari Kementerian ESDM yang diperiksa sebagai saksi itu adalah SN selaku Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM. Dua saksi lainnya adalah para pegawai di PT Pertamina Niaga masing-masing MTS selaku Vice President Industrial Fuel & Marine dan FYP selaku Manager Management Reporting.

Jaksa Penyidik JAM PIDSUS juga memeriksa dua orang saksi dari PT Kilang Pertaminya Minyak Internasional, anak usaha PT Pertamina (Persero). Mereka adalah RA selaku Staf pada Fungsi Crude Oil Supply dan RDF selaku Specialist 1 HPO periode 2020-2024.

Dari pihak swasta, Kejagung memeriksa saksi berinial RH selaku GA dan QC Lab PT Orbit Terminal Merak dan GM selaku Senior Manager Commercial Medco E & P Grissik Ltd. periode September 2022.

Menurut Kapuspenkum, ketujuh orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023 atas nama Tersangka YF dkk.

Perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan KKKS Tahun 2018-2023 bermula saat Kejaksaan menetapkan dan menahan 7 orang tersangka pada 24 Februari 2025 lalu.

Penahanan tersebut dilakukan usai Tim Penyidik pada JAM-Pidsus Kejagung mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan 7 orang tersangka dalam’ Dalam perkembangannya, Tim Penyidik menyimpulkan dalam ekspose perkara bahwa telah terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara dari adanya alat bukti cukup.

Alat bukti yang dimaksud berupa pemeriksaan saksi sebanyak 96 orang, pemeriksaan terhadap 2 orang ahli, penyitaan terhadap 969 dokumen, dan penyitaan terhadap 45 barang bukti elektronik.

Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik menetapkan 7 orang Tersangka dan melakukan penahanan selama 20 hari. Ketujuh tersangka itu adalah:

1.RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
2.SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional.
3.YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
4.AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
5.MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
6.DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
7.GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Dua hari setelah penetapan dan penahanan terhadap 7 tersangka, Tim Penyidik kembali menetapkan dua orang tersangka baru dalam perkara tersebut.

Kedua tersangka baru itu adalah MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan tersangka EC selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga. Keduanya resmi menjalani penahanan terhitung sejak tanggal 26 Februari 2025.

Kesembilan Tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak.

Perkiraan Kerugian Negara
Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Tim Penyidik memperkirakan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun. Kerugian tersebut bersumber dari sejumlah komponen seperti kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.

Komponen kerugian lainnya adalah kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.(hms)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *