Kasus Penganiayaan Salah Paham, Kejati Sulsel Selesaikan Perkara Lewat Keadilan Restoratif

Kejaksaan94 Dilihat

SINARPAGINEWS.COM, SULSEL—Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Rizal Syah Nyaman, Koordinator pada Tindak Pidana Umum, Akbar dan Kasi Oharda, Alham melakukan ekspose Restoratif Justice (RJ) terhadap perkara dari Kejari Luwu Timur di Aula Lantai 2, Kejati Sulsel, Selasa (4/3/2025).

Kegiatan ekspose ini juga diikuti Plh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Jaksa Fasilitator dan jajaran Kejari Luwu Timur secara virtual.

Kejari Luwu Timur mengajukan RJ atas nama tersangka 1, Taufik Hidayat Pasalo alias Upik (22 tahun) dan tersangka 2, Wahyu Aslan (28 tahun) yang melanggar pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP (kasus penganiayaan) terhadap laki-laki NS (31 tahun).

Peristiwa penganiayaan yang dilakukan dua bersaudara Taufik dan Wahyu terhadap NS dilakukan pada hari Senin tanggal 2 Desember 2024 di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur. Berawal saat korban NS dalam perjalanan pulang ke tempat tinggalnya menggunakan sepeda motor tanpa knalpot. Dari arah belakang melintas tersangka Taufik dan Wahyu. Korban lantas menyapa keduanya dengan sapaan “Silo” (bahasa Bugis yang artinya ‘teman’). Namun kedua tersangka salah pahaman, dan mengira korban mengatakan “Tailaso” (kosa kata kasar dalam Bahasa Bugis).

Karena merasa jengkel kedua tersangka lantas menghentikan korban NS. Tersangka Wahyu langsung menarik rambut korban dan memukuli menggunakan helm. Kemudian datang tersangka Taufik yang ikut memukul korban juga menggunakan helm hingga terjatuh. Akibat perbuatan kedua tersangka, korban NS mengalami luka di bagian kepala, wajah dan punggung.

Diketahui, tersangka Taufik dan Wahyu merupakan saudara kandung dari sebuah keluarga broken home yang memiliki tanggungan 4 (empat) saudara dengan ayah yang masih tinggal di rumah orang tua. Tersangka Taufik tidak bekerja, sedangkan tersangka Wahyu bekerja sebagai karyawan swasta dan menjadi tulang punggung keluarga. Bahwa akibat perbuatannya para tersangka ditahan dan berdampak pada keadaan ekonomi keluarga mereka karena kehilangan mata pencaharian.

Ada lima alasan Kajati Sulsel, Agus Salim menerima permohonan RJ dari Kejari Luwu Timur:
• Para Tersangka bukan residivis, hal ini sesuai pengecakan di SIPP pada Pengadilan Negeri yang ada di Luwu Raya.
• Bahwa luka yang dialami oleh korban sudah pulih seperti semula
• Adanya itikad baik dari para tersangka mengeluarkan kompensasi untuk korban
• Adanya kesepakatan damai antara para tersangka dengan saksi korban dengan memulihkan keadaan korban pada keadaan semula dan memberikan uang ganti rugi baik untuk biaya perawatan korban, perbaikan kerusakan handphone dan pembayaran uang harian korban selaku karyawan lepas yang dibayar harian.
• Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, yakni paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan;
• Pihak pemerintah dan tokoh masyarakat merespon positif.

Kajati Sulsel, Agus Salim menyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.

“Kita sudah melihat testimoni korban, tersangka dan keluarga. Telah memenuhi ketentuan Perja 15, korban sudah memaafkan tersangka. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan,” kata Agus Salim.

Setelah proses RJ disetujui, Kajati Sulsel meminta jajaran Kejari Luwu Timur untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan membebaskan tersangka kedua tersangka.

“Saya juga berharap Jaksa Fasilitator untuk ikut mengawal agar tersangka Wahyu tidak dipecat dari Perusahaan tempatnya bekerja hanya karena tersandung masalah ini. Kalau pun dipecat, dibantu dicarikan pekerjaan,” pesan Agus Salim.