SINARPAGINEWS.COM, JABAR – Penataan tata ruang dan perizinan tambang di Jawa Barat bukan sekadar urusan teknis, tapi jadi ujian besar bagi integritas dan keberlanjutan lingkungan. Hal inilah yang menjadi sorotan utama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat koordinasi tematik pencegahan korupsi bersama jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) se-Provinsi Jawa Barat yang digelar secara daring, Rabu (16/4/25).
Rapat yang diinisiasi oleh Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK ini difokuskan pada pengelolaan tambang mineral bukan logam dan batuan (MBLB), sektor yang dinilai rawan korupsi sekaligus berdampak besar terhadap lingkungan dan penerimaan daerah.
“Kompleksitas tersebut menjadi rentan korupsi yang dapat merusak tata kelola lingkungan. Melalui rakor ini, KPK hadir untuk mengakselerasi seluruh OPD teknis di Provinsi Jawa Barat agar dapat mendeteksi, mengungkap, hingga memberantas pelbagai praktik kotor yang dapat terjadi pada sektor pertambangan, terlebih pada aktivitas penambangan MBLB yang tak memiliki izin,” ujar Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK, Bahtiar Ujang Purnama.
Izin Tambang Tak Boleh Lagi Longgar
Bahtiar menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses perizinan tambang. Menurutnya, penataan izin menjadi krusial untuk mencegah penyimpangan, kerusakan lingkungan, dan kebocoran pendapatan daerah.
Ia juga mengingatkan bahwa tata kelola izin tak bisa berdiri sendiri. Ketersediaan rencana detail tata ruang (RDTR) yang mutakhir menjadi prasyarat utama. Saat ini, masih ada 10 kabupaten di Jawa Barat yang belum merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) meski sudah tak sesuai dengan aturan terbaru.
“Perizinan tambang MBLB patut termanfaatkan dengan baik, mulai dari sisi tata ruang hingga dampak lingkungan atas aktivitas penambangan MBLB,” lanjut Bahtiar.
Lebih dari sekadar regulasi, tata ruang memiliki fungsi strategis untuk melindungi keselamatan masyarakat. Penambangan yang tak sesuai peruntukan bisa menjadi pemicu bencana.
“Salah satu aktivitas penambangan MBLB yang tak termanfaatkan, tentu berdampak buruk terhadap keseimbangan lingkungan yang dapat menimbulkan bencana alam. Untuk itu, penataan tata ruang di Provinsi Jawa Barat merupakan langkah strategis yang tepat dilakukan,” tegas Bahtiar.
Satgas Tambang, Langkah Awal Pengawasan Serius
Langkah pengawasan yang terstruktur juga didorong oleh KPK. Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah II.2, Arief Nurcahyo, mendorong pembentukan satuan tugas (satgas) pengawasan pertambangan MBLB di tiap kabupaten/kota untuk memastikan penegakan hukum berjalan optimal.
“Hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan tata kelola lingkungan yang dibarengi dengan pengendalian dan pengawasan. Termasuk terkait pajak MBLB, ini dapat dipungut bila wajib pajak sudah memenuhi syarat objektif dan subjektif sebagaimana diatur Pasal 57 UU 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” jelas Arief.
Ia juga mengingatkan pentingnya peran aktif OPD dan pelaku usaha dalam mengurus izin secara legal dan sesuai regulasi. “Diharapkan, para OPD terkait serta pelaku usaha dapat bersikap proaktif dalam mengurus perizinan sesuai regulasi yang berlaku,” tambahnya.
Dukung RPJMD dan Upaya Rehabilitasi Lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Plt. Inspektur Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi, menyambut baik agenda ini sebagai bagian dari sinergi pencegahan korupsi dan perlindungan lingkungan.
“Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat 2025–2029, menjadi perhatian untuk mendorong penataan tata ruang yang lebih baik. Terutama untuk mengembalikan kondisi lingkungan Jawa Barat melalui reboisasi hutan dan lahan, penyelamatan sumber mata air, normalisasi sungai dan muara, serta memperbaiki dampak abrasi,” ujarnya.
Rapat ini turut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai dinas di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat seperti Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas ESDM, Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.