SAHI Usulkan 9 Poin Revisi UU Haji dan Umrah serta Keuangan Haji⁰

Nasional121 Dilihat

SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA — Silaturahim Haji dan Umrah Indonesia (SAHI) mendorong pemerintah dan DPR-RI untuk segera merevisi Undang-Undang No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Undang-Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Revisi ini dinilai mendesak demi memperkuat kelembagaan, kewenangan, serta tata kelola penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang lebih modern, transparan, dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Ketua Umum SAHI, H. Abdul Khaliq Ahmad, menyampaikan hal tersebut dalam acara Halal Bihalal SAHI yang digelar pada Sabtu, 12 April 2025 di Jakarta. Ia menegaskan bahwa regulasi yang ada saat ini sudah tidak lagi mampu menjawab tantangan dan kompleksitas penyelenggaraan haji dan umrah, termasuk dalam hal pelayanan, perlindungan jemaah, serta pengelolaan dana yang semakin besar dan strategis.

“Pembentukan Badan Penyelenggara Haji di bawah pemerintahan Presiden Prabowo perlu ditopang oleh regulasi yang kuat agar efektivitas kelembagaan badan ini bisa optimal dan mampu berperan dalam mengatasi berbagai masalah seputar pelaksanaan haji dan umrah yang terus berulang setiap tahun,” ujarnya.

SAHI juga memandang pentingnya penyesuaian peran Kementerian Agama agar lebih fokus pada pembinaan dan pendidikan keagamaan yang mendukung penguatan literasi keislaman dan akhlak bangsa. Sementara itu, aspek teknis dan manajerial penyelenggaraan haji dan umrah sepenuhnya menjadi kewenangan Badan Penyelenggara Haji yang independen dan profesional.

Dalam usulannya, SAHI merinci sembilan poin utama yang perlu dimasukkan dalam revisi UU No.8 Tahun 2019 dan UU No.34 Tahun 2014, antara lain:

1. Penegasan tugas, fungsi, dan kewenangan Badan Penyelenggara Haji sebagai lembaga negara di bawah Presiden yang fokus mengurus haji dan umrah.

2. Penerapan digitalisasi dalam layanan haji dan umrah agar sejalan dengan kebijakan modernisasi yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi.

3. Pembukaan pendaftaran haji sejak usia dini untuk mengantisipasi antrean panjang calon jemaah.

4. Pemberlakuan sanksi tegas terhadap pelanggaran pelaksanaan umrah, seperti penipuan dan penelantaran jemaah.

5. Penyesuaian setoran awal haji dengan memperhitungkan kenaikan biaya, inflasi, depresiasi rupiah, serta dinamika ekonomi global.

6. Pengaturan pembagian imbal hasil dana setoran jemaah secara adil dan transparan.

7. Pelaksanaan revisi UU No.8 Tahun 2019 dilakukan bersamaan dengan revisi UU No.34 Tahun 2014 agar sinkron dan terintegrasi.

8. Integrasi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ke dalam struktur Badan Penyelenggara Haji agar pengelolaan keuangan haji lebih terkoordinasi.

9. Pembentukan Komite Etik dan Pengawas Haji yang berasal dari kalangan profesional dan lembaga kredibel untuk menjamin akuntabilitas.

Dengan usulan ini, SAHI berharap revisi undang-undang dapat menghadirkan sistem penyelenggaraan haji dan umrah yang lebih efisien, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan jemaah. Revisi regulasi bukan sekadar pembaruan administratif, melainkan langkah strategis menuju tata kelola ibadah haji dan umrah yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *