Sejarah Kendan, Galuh Sampai Dengan Tembong Agung

Sejarah229 Dilihat

SINARPAGINEWS.COM, SUNDA – Kerajaan Kendan berada Desa Citaman, Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung Jawa Barat. Dimana pada awalnya Resiguru Manikmaya, Raja Pertama Kendan Sang Resi guru Manikmaya datang dari Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga Calankayana, India Selatan.

Sebelumnya, ia telah mengembara, mengunjungi beberapa Negara, seperti : Gaudi (Benggala), Mahasin (Singapura), Sumatra, Nusa Sapi (Ghohnusa) atau Pulau Bali, Syangka, Yawana, Cina, dan lain-lain.

Resiguru Manikmaya menikah dengan Tirtakancana, putri Maharaja Suryawarman, penguasa ke-7 Tarumanagara (535-561 M). Oleh karena itu, ia dihadiahi daerah Kendan (suatu wilayah perbukitan Nagreg di Kabupaten Bandung), lengkap dengan rakyat dan tentaranya.

Resiguru Manikmaya, dinobatkan menjadi seorang Rajaresi di daerah Kendan. Sang Maharaja Suryawarman, menganugerahkan perlengkapan kerajaan berupa mahkota Raja dan mahkota Permaisuri. Semua raja daerah Tarumanagara, oleh Sang Maharaja Suryawarman, diberi tahu dengan surat. Isinya, keberadaan Rajaresi Manikmaya di Kendan, harus diterima dengan baik. Sebab, ia menantu Sang Maharaja, dan mesti dijadikan sahabat. Terlebih, Sang Resiguru Kendan itu, seorang Brahmana ulung, yang telah banyak berjasa terhadap agama. Siapa pun yang berani menola Rajaresiguru Kendan, akan dijatuhi hukuman mati dan kerajaannya akan dihapuskan.

Penerus Tahta Kerajaan Kendan

Dari perkawinannya dengan Tirtakancana, Sang Resiguru Manikmaya Raja Kendan, memperoleh keturunan beberapa orang putra dan putri. Salah seorang di antaranya bernama Rajaputera Suraliman. Dalam usia 20 tahun, Sang Suraliman dikenal tampan dan mahir ilmu perang. Sehingga, ia diangkat menjadi Senapati Kendan, kemudian diangkat pula menjadi Panglima Balatentara (Baladika) Tarumanagara.

Resiguru Manikmaya memerintah di Kerajaan Kendan selama 32 tahun (536-568 Masehi). Setelah resiguru wafat, Sang Baladika Suraliman menjadi raja menggantikan ayahnya di Kendan. Penobatan Rajaputra Suraliman, berlangsung pada tanggal 12 bagian gelap bulan Asuji tahun 490 Saka (tanggal 5 Oktober 568 M.). Sang Suraliman terkenal selalu unggul dalam perang. Dalam perkawinannya dengan putri Bakulapura (Kutai, Kalimantan), yaitu keturunan Kudungga yang bernama Dewi Mutyasari, Sang Suraliman mempunyai seorang putra dan seorang putri. Anak sulungnya yang laki-laki diberi nama Sang Kandiawan. Adiknya diberi nama Sang Kandiawati.

Sang Kandiawan, disebut juga Rajaresi Dewaraja atau Sang Layuwatang. Sedangkan Sang Kandiawati, bersuamikan seorang saudagar dari Pulau Sumatra, tinggal bersama suaminya. Sang Suraliman, menjadi raja Kendan selama 29 tahun (tahun 568-597 M). Kemudian ia digantikan oleh Sang Kandiawan yang ketika itu telah menjadi raja daerah di Medang Jati atau Medang Gana. Oleh karena itu, Sang Kandiawan diberi gelar Rahiyangta ri Medang Jati.

Setelah Sang Kandiawan menggantikan ayahnya menjadi penguasa Kendan, ia tidak berkedudukan di Kendan, melainkan di Medang Jati (Kemungkinan di Cangkuang, Garut). Penyebabnya adalah karena Sang Kandiawan pemeluk agama Hindu Wisnu. Sedangkan wilayah Kendan, pemeluk agama Hindu Siwa. Boleh jadi, temuan fondasi candi di Bojong Menje oleh Balai Arkeologi Bandung, terkait dengan keagamaan masa silam Kendan.

Sebagai penguasa Kendan ketiga, Sang Kandiawan bergelar Rajaresi Dewaraja. Ia punya lima putra, masing-masing bernama Mangukuhan, Karungkalah, Katungmaralah, Sandanggreba, dan Wretikandayun. Kelima putranya, masing-masing menjadi raja daerah di Kulikuli, Surawulan, Peles Awi, Rawung Langit, dan Menir. Kemungkinan, lokasi kerajaan bawahan Kendan tersebut berada di sekitar Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.

Sang Kandiawan menjadi raja hanya 15 tahun (597-612 M). Tahun 612 Masehi, ia mengundurkan diri dari tahta kerajaan, lalu menjadi pertapa di Layuwatang Kuningan. Sebagai penggantinya, ia menunjuk putra bungsunya, Sang Wretikandayun, yang waktu itu sudah menjadi rajaresi di daerah Menir.

Sang Wretikandayun dinobatkan sebagai penguasa Kerajaan Kendan pada tanggal 23 Maret 612 Masehi, dalam usia 21 tahun. Malam itu, bulan sedang purnama. Esok harinya, matahari terbit, tepat di titik timur garis ekuator. Sang Wretikandayun tidak berkedudukan di Kendan ataupun di Medang Jati, tidak juga di Menir. Ia mendirikan pusat pemerintahan baru, kemudian diberi nama Galuh (harfiah : permata, Kerajaan Galuh). Lahan pusat pemerintahan yang dipilihnya diapit oleh dua batang sungai yang bertemu, yaitu Citanduy dan Cimuntur. Lokasinya yang sekarang, di desa Karang Kamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis.

Sebagai Rajaresi, Sang Wretikandayun memilih istri, seorang putri pendeta bernama Manawati, putri Resi Makandria. Manawati dinobatkan sebagai permaisuri dengan nama Candraresmi. Dari perkawinan ini, Sang Wretikandayun memperoleh tiga orang putra, yaitu

  • Sempakwaja (lahir tahun 620 M),
  • Jantaka, (lahir tahun 622 M),
  • Amara (lahir tahun 624 M).

Ketika Sang Wretikandayun dinobatkan sebagai Raja Kendan di Galuh, penguasa di Tarumanagara saat itu, adalah Sri Maharaja Kretawarman (561-628 M). Sebagai Raja di Galuh, status Sang Wretikendayun adalah sebagai raja bawahan Tarumanagara. Berturut-turut, Sang Wretikandayun menjadi raja daerah, di bawah kekuasaan Sudawarman (628-639 M), Dewamurti (639-640 M), Nagajayawarman (640-666 M), dan Linggawarman (666-669 M).

Ketika Linggawarman digantikan oleh Sang Tarusbawa, umur Sang Wretikandayun sudah mencapai 78 tahun. Ia mengetahui persis tentang Tarumanagara yang sudah pudar pamornya. Apalagi Sang Tarusbawa yang lahir di Sunda Sembawa dan mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Ini merupakan peluang bagi Sang Wretikandayun untuk membebaskan diri (mahardika) dari kekuasaan Sang Tarusbawa.

Sang Wretikendayun segera mengirimkan duta ke Pakuan (Bogor) sebagai ibu kota Kerajaan Sunda (lanjutan Tarumanagara) yang baru, menyampaikan surat kepada Sang Maharaja Tarusbawa. Isi surat tersebut menyatakan bahwa Galuh memisahkan diri dari Kerajaan Sunda, menjadi kerajaan yang mahardika.

Sang Maharaja Tarusbawa adalah raja yang cinta damai dan adil bijaksana. Ia berpikir, lebih baik membina separuh wilayah bekas Tarumanagara daripada menguasai keseluruhan, tetapi dalam keadaan lemah. Tahun 670 Masehi, merupakan tanda berakhirnya Tarumanagara. Kemudian muncul dua kerajaan penerusnya, Kerajaan Sunda di belahan barat dan Kerajaan Galuh di belahan timur, dengan batas wilayah kerajaan Sungai Citarum. Pada tahun 1482, kedua kerajaan ini dipersatukan oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), menjadi Kerajaan Sunda Pajajaran.

Kisah lengkap Kerajaan Kendan bersumber pada naskah Pustaka Rajyarajya  di Bhumi Nusantara parwa II sarga 4 (naskah wangsakerta)

Raja-Raja Kerajaan Kendan:

  1. Raja Maha Guru Manikmaya Th.536 M – Th.568 M, berasal dari keluarga Calankayana di India Selatan adalah seorang Pemuka Agama Hindu, karena Jasa-jasanya dalam menyebarkan Agama Hindu ditanah Jawa, Raja Tarumanagara pada waktu itu adalah Suryawarman menikahkan Putrinya yang bernama Tirta Kancana kepada Maha Guru Manikmaya ini sebagai Istri dan memperkenankan sang Menantu mendirikan Kerajaan Kendan ditambah sebagian dari Prajurit Taruma Nagara sebagai Pelindung Kerajaan Kendan, dan Maha Guru Manikmaya ini mempunyai Putra Mahkota yang bernama Raja Putra Suraliman, hal ini berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya / Pustaka Bumi Nusantara Parwa II Sarga IV tahun 1602 Masehi yang tersimpan di Keraton Keraton Kasepuhan Jawa Barat.
  2. Raja Putra Suraliman Th. 568 M – Th.579 M, menikah dengan Dewi Mutyasari Putri dari Kerajaan Kutai Bakula Putra bergelar Raja Resi Dewa Raja Sang Luyu Tawang Rahiyang Tari Medang Jati, mempunyai 1 orang anak laki-laki bernama Kandiawan dan 1 orang anak Perempuan bernama Kandiawati, menguasai Nagreg dan sampai Medang Jati Garut Jawa Barat.Hal ini berdasarkan Carita Kabuyudan Sanghyang Tapak.
  3. Raja Kandiawan Th. 597 M – Th. 612 M, memindahkan Pusat Kerajaan Kendan dar i desa Citaman Nagreg ke Medang Jati di Cangkuang Garut Jawa Barat.

Hal ini terbukti dari Situs Candi Cangkuang Garut didesa Bojong Mente Cicalengka kabupeten Garut Jawa Barat. Raja Kandiawan mempunyai 5 orang Putra yaitu ;

  1. Mangukuhan,
  2. Sandang Greba,
  3. Karung Kalah,
  4. Katung Maralah
  5. Wretikandayun,

Yang masing-masing memerintah dan terbagi 5 daerah yaitu ; Surawulan, Pelas Awi, Rawung Langit, Menir dan Kuli-kuli. Pada Akhir tahtanya ditunjuk Putra bungsu Wretikandayun sebagai Raja Kendan/Kelang dan Sang Raja Kandiawan bertapa di Bukit Layuwatang, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Namun pada saat bersamaan di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung/Hutan Sancang dan Gunung Nagara) secara perlahan Agama Islam diperkenalkan oleh Rakeyan Sancang putra Kertawarman

Kertawarman (wafat 628) adalah raja Kerajaan Tarumanagara yang kedelapan yang mewarisi bapaknya, Suryawarman, yang mangkat pada tahun 561 dan memerintah selama 67 tahun antara tahun-tahun 561 – 628.

Pada saat kepemimpinannya terjadi peristiwa besar pada masa Raja ke 8. Kertawarman menikahi Setyawati dari golongan sudra. Keadaan bertambah rumit karena Setyawati berpura pura hamil, padahal Kertawarman diketahui mandul. Untuk menutupi skandal ini sang Raja mengangkat anak angkat, Brajagiri, dari golongan sudra juga. Manuver yang gagal, karena suasana kerajaan memanas. Namun sampai akhir hayatnya, Kertawarman tetap menjadi raja.

Kertawarman kemudian digantikan oleh adiknya, Sudhawarman. Sudhawarman digantikan anaknya, Hariwangsawarman,  yang beribu India, dan dibesarkan di kerajaan Palawa. Didikan India menjadikannya keras dalam memegang aturan kasta. Sehingga Brajagiri yang saat itu memegang jabatan senapati diturunkan pangkatnya menjadi penjaga gerbang keraton. Brajagiri yang sakit hati kemudian membunuh Hariwangsawarman. Tragedi kembali menyelimuti Tarumanagara.

Kertawarman merasa dirinya mandul, tahta Kerajaan diwariskan kepada adiknya Prabu Sudhawarman padahal sesungguhnya tanpa disadari sempat memiliki keturunan dari anak seorang pencari kayu bakar (wwang amet samidha) Ki Prangdami bersama istrinya Nyi Sembada tinggal di dekat Hutan Sancang di tepi Sungai Cikaengan Pesisir Pantai selatan Garut. Putrinya Setiawati dinikahi Kertawarman yang hanya digaulinya selama sepuluh hari, setelah itu ditinggalkan (dan mungkin dilupakan).

Setiawati merasa dirinya dari kasta sundra, tidak mampu menuntut kepada suaminya seorang Maharaja, ketika mengandung berita kehamilannya tidak pernah dilaporkan kepada suaminya hingga melahirkan anak laki-laki yang ketika melahirkan meninggal dunia. Anaknya oleh Ki Parangdami dipanggil Rakeyan mengingat keturunan seorang Raja, kelak Rakeyan dari Sancang itu pada usia 50 tahun pergi ke tanah suci hanya untuk menjajal kemampuan “kanuragan” Syaidina Ali bin Abi Thalib (599 -661) yang dikabarkan memiliki kesaktian ilmu perang/ ilmu berkelahi yang tinggi.

Rakeyan Sancang (lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (Kerajaan Tarumanagara 561 – 618 M). Rakeyan Sancang inilah yang sering dirancukan dengan putra Sri Baduga Maharaja, yaitu Raja Sangara, yang menurut Babad Godog terkenal dengan sebutan Prabu Kiansantang atau Sunan Rohmat Suci.

Tidak terdapat banyak maklumat tentang Kertawarman. Namanya hanya tercantum dalam Naskhah Wangsakerta. Baginda mangkat pada tahun 628 dan diwarisi oleh puteranya, Sudhawarman .

  1. Raja Wretikandayun Th. 612 M – Th. 702 M, memindahkan lagi Pusat Kerajaan Kendan/Kelang ke Galuh didesa Karang Kamulyaan , kecamatan Cijeungjing, Ciamis Jawa Barat sekarang ini, dengan Permaisuri Dewi Minawati anak dari Pendeta Hindu yaitu Resi Mekandria dan menurunkan 3 orang Putra yaitu ; Sampakwaja menjadi Resi Guru wanayasa, Amara menjadi Resi Guru Deneuh dan Jantaka/Mandiminyak. Hal ini berdasarkan Pusaka Naga Sastra, Pada masa itu Kerajaan Kendan/Kelang berubah nama menjadi Kerajaan Galuh. Sedangkan Pada tahun 670 Masehi Kerajaan Induk Kendan/ Kelang/Galuh ini yaitu Taruma Nagara saat itu diperintah oleh Tarusbawa telah berubah menjadi Kerajaan Sunda dan menyetujui Pemisahan Kerajaan bawahannya Kendan/Kelang menjadi Kerajaan Galuh, sehingga Kerajaan menjadi 2 bagian yaitu ;
  2. Kerajaan Sunda bekas Kerajaan Tarumanagara dengan Rajanya Sri Maharaja Tarusbawa, menguasai wilayah pada bagian Barat, Ibu kota Bogor, Jawa Barat, berkuasa sampai tahun 723 M, hal terbut berdasarkan carita Parahiyangan, sedangkan menurut Prasasti Jaya Bupati yang ditemukan di Cibadak Sukabumi tidak menyebutkan Ibu kota kerajaan di Bogor.
  3. Kerajaan Galuh bekas Kerajaan Kendan/Kelang dengan Rajanya Wretikandayun, menguasai wilayah bagian Timur, ibu kota Kawali di Ciamis, Jawa Barat. sehingga Raja Wretakandayun berani melepaskan diri dari Tarumanagara. Menurut Carita Parahiyangan, Putra Mahkota Galuh Mandiminyak menikah dengan Parwati putri Maharani Shima Putri dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, pernikahan melahirkan Rahyang Sena atau Bratasena yang berputra Sanjaya, Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah sekitar tahun 730-an. Namanya dikenal melalui prasasti Canggal ataupun naskah Carita Parahyangan. Sebagian para sejarawan menganggap Sanjaya sebagai pendiri Wangsa Sanjaya, Sri Baduga Maharaja yang dikenal sebagai Prabu Siliwangi Kedua Kerajaan ini lalu disatukan menjadi Kerajaan Sunda Pajajaran pada tahun 1482 Masehi. hal ini berdasarkan carita Parahiayangan.

 Menjadi Kerajaan Galuh Yang Merdeka

Ketika Wretikandayun dinobatkan sebagai raja Kendan,  penguasa Tarumanagara saat itu adalah Srimaharaja Kertawarman (mp. 561-628 M). Ia berturut-turut menjadi raja daerah (bawahan Tarumanagara) pada masa udawarman (628-639 M), Dewamurti (639-640 M), Nagajayawarman (640-666 M), dan Linggawarman (mp. 666-669 M).

Dan ketika tahta tarumanagara jatuh kepada Tarusbawa pada tahun 669 M, menantu Linggawarman dari Sundasambawa, yang kemudian mendirikan kerajaan Sunda, Wretikandayun yang waktu itu berumur 78 tahun kemudian memerdekakan diri (merdeka), dan wilayah Tarumanagara di bagi 2, dengan perbatasan Sungai Citarum. Tarusbawa berkuasa di barat Sungai Citarum, sedang Wretikandayun sebelah timurnya.

SUKSESI GALUH

Rahiyang Mandiminyak menjadi raja kedua kerajaan Galuh, menggantikan ayahnya yang berkuasa selama 90 tahun. Rahiyang mandiminyak menjadi raja galuh pada tahun 702 M. Karena itu Rahiyang Mandiminyak  berkuasa di atas 2 negara, yaitu Kalingga (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan Galuh (di tataran Sunda). Sehingga  posisi Rahiyang Mandiminyak sangat kuat sekali, dan pada tahun  703/704 M, Mandiminyak menjodohkan cucunya, Sanjaya, dengan Sekar Kancana (Teja Kancana Ayupurnawangi), cucu Raja Sunda Tarusbawa yang berkedudukan di Pakuan. Karena itu kekuasaan Galuh sangatlah luas, yaitu dari timur sungai Citarum hingga ujung Galuh (Surabaya sekarang)

Mandiminyak berkuasa di tanah Galuh hanya 7 tahun, dari tahun 702 sampai 709 M. Pada tahun 709 M, Mandiminyak meninggal. Ia digantikan oleh Sena, anaknya dari Pwah Rababu. Tetapi pengangkatan Sena sebagai raja Galuh tersebut tidak diterima oleh Purbasora, anak Sempakwaja dengan Pwah Rababu, dan akhirnya Prabu Sena dikudeta oleh Prabu Purbasora.(*),

Oleh: Warya Sumirta Manggala,SE.

Sumber lacak luluhur Sumedang