Situs Eyang Raga Mulya (Embah Kapujaan) di Desa Pangeureunan Kec. Limbangan Garut

Sejarah22 Dilihat

SINARPAGINEWS.COM, GARUT – Kata Pangeureunan dalam bahasa Indonesia dapat diartikan Tempat “pemberhentian”. Nama Pangeureunan saat ini diabadikan menjadi Sebuah Desa di Limbangan Garut.

Berawal dari masa Kerajaan Pajajaran, yang telah menjadikan wilayah ini sebagai tempat peristirahatan para sejumlah para petinggi kerajaan Pajajaran (kandaga) dan para pasukannya dari Pulosari Pandeglang karena pajajaran terakhir di Pulosari Pandeglang telah direbut oleh gabungan Pasukan Surosowan Banten – Cirebon dan Demak.

Pada saat Kesultanan Banten dibawah Kepemimpinan Sultan Maulana Yusuf (putra Sultan Hasanuddin) menyerang Pajajaran, Prabu Suryakencana Ragamulya memerintah tidak di Ibukota Pajajaran di Pakuan (Bogor) tetapi di daerah Pulasari (daerah antara Gunung Halimun-Salak), oleh karenanya kehancuran Pajajaran tidak langsung pada tahun 1579 M, akan tetapi dari tahun 1578 Prabu Suryakencana sudah menyerah kepada Sultan Banten.

Seperti yang tersirat dalam Naskah Carita Parahyangan bait terakhir yang berbunyi :

Disilihan ku Nusiya Mulia. Lawasniya ratu sadewidasa, tembey datang na prebeda. Bwana alit sumurup ring ganal, metu sanghara ti Selam. Prang ka Rajagaluh, élé h na Rajagaluh. Prang ka Kalapa, él éh na Kalapa. Prang ka Pakwan, prang ka Galuh, prang ka Datar, prang ka Madiri, prang ka Paté gé, prang ka Jawakapala, él éh na JawakapaJa. Prang ka Galé lang. Nyabrang, prang ka Salajo, pahi éléh ku Selam. Kitu, kawisésa ku Demak deung ti Cirebon, pun.

yang artinya :

Diganti oleh Nusia Mulya. Lamanya jadi Raja 12 tahun. Mulai datang perubahan, dunia yang tadinya tenang menyusup ke yang kasar, karena timbul kerusakan dari islam.

Perang ke Rajagaluh, kalah Rajagaluh. Perang ke Sunda Kalapa kalah Sunda Kalapa. Perang ke Pakwan, perang ke Galuh, perang ke Datar. Perang ke Ma(n)diri, perang ke Patege, perang ke Jawakapala, kalah Jawakapala. Perang ke Gegelang. Nyembrang perang ke Salajo; semua kalah oleh Islam. oleh sebab itu menjadi bawahan Demak dan Cirebon, selesai.

Di tahun 1578 M Prabu Suryakencana memerintahkan para Senopatinya untuk menyelamatkan Putra Mahkotanya yang bernama Raden Ajimantri dengan cara mengungsi ke Kerajaan bawahannya yang masih merupakan kerabat dekatnya, yaitu Kerajaan Sumedang Larang. Dalam pengungsian tersebut juga rombongan dari Pakuan membawa Mahkota Raja yang bernama Makuta Binokasih Sanghyang Pake beserta pustaka-pustaka kerajaan lainnya selain Singgasana Raja atau Palangka Sriman Sriwacana yang diboyong pasukan Banten dan diserahkan ke Sultan Maulana Yusuf di Banten.

Adapun jalan yang ditempuh melalui pesisir pantai lintas Selatan dari Pandeglang (Keraton Pulo Sari dahulu), ke Jampang, lalu lewat Sancang terus ke Garut tembus ke Batu Karas. Melewati jalur pantai laut Selatan ini, disengaja untuk menghindari pasukan musuh yang waktu itu mengeroyok gabungan Demak, Cirebon dan Surasowan Banten.

Maksudnya mau menjumpai salah satu sesepuh Pajajaran yang tinggal di Limbangan yaitu Sunan Rumenggong (Prabu Layaran Wangi atau Bujangga Manik), yang diberi tugas mendirikan nagara darurat di Karta Rahayu Limbangan, 4 Kanda Lente bermaksud meminta wejangan karena Sunan Rumenggong adalah seorang sesepuh yang banyak pengalamannya. Dan disitu ada kesepakatan dalam gelar Sawala yang hasilnya para sesepuh Pajajaran menyetujui Makuta dipasrahkan ke Sumedang, namun tadi tidak sedikit yang tidak setuju dan meragukan kesanggupan Kerajaan Sumedang di Masa Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun, untuk meneruskan tongkat estapet Kejayaan Pajajaran.

tetapi bahasa dari para sesepuh pajajaran : “Nya ulah wara ngilo ka pageto anu can katenjo jeung kaalaman, urang bandungan bae kumaha geletuk batuna kecebur caina”

Limbangan waktu itu dijadikan tempat persembunyian dikarenakan perang yang berlangsung dengan Pasukan Islam Banten – Cirebon.

Di masa Prabu Siliwangi Ke VI (Raga Mulya) dikenal sebagai Raja Pamungkas Pajajaran. Raja Terakhir Pakuan, beliau dikenal Pula Sebagai Prabu Suryakancana / Prabu Nusya Mulya / Pucuk Umum Panembahan Pulosari.

Pasca Penyerangan Banten. Pakuan Pajajaran sudah tidak berfungsi sebagai Ibukota, karena telah ditinggalkan separuh penduduknya yang mengungsi Ke Wilayah Timur dan Pantai Selatan.

Rombongan lainnya mengungsi menuju Ke Timur. Diantaranya Mahkota Binokasih Sanghiyang Pake, menuju Sumedang Larang dan pusat Kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan.

Mengenai perpindahan Kerajaan Pajajaran ini tak diketahui alasannya, akan tetapi hal-hal yang bersifat keamanan, daerah yang sukar ditembus, hubungan kekerabatan,

lazim dijadikan alasan perpindahan Pusat Ibu Kota Suatu Kerajaan.(wry)

Oleh : Dedie Kusmayadi Petung Aji  Penata Keraton Sumedang Larang