SINARPAGINEWS.COM, AUSTRALIA - Saat sebagian Australia mulai mengalami hujan lebat yang lebih intens, wilayah lain mencatat periode kekeringan yang lebih lama dan lebih panas. Para ilmuwan mencatat adanya peningkatan yang nyata dalam “cuaca kebakaran ekstrem” di sebagian besar wilayah Australia sejak tahun 1950-an, sementara musim kebakaran juga terus berlangsung lebih lama.
Banyak warga Australia yang masih mengalami luka-luka akibat kebakaran hutan “Black Summer” pada tahun 2019-2020, yang menghanguskan sebagian besar hutan, membunuh jutaan hewan, dan menyelimuti kota-kota besar dengan asap tebal.
Braganza memperingatkan memprediksi terjadinya peristiwa cuaca ekstrem ini juga menjadi semakin sulit, karena model-model prakiraan cuaca berjuang untuk memperhitungkan rekor-rekor yang terus merosot. “Laju pencatatan rekor dalam sistem iklim di wilayah Australia dan secara global sangat signifikan,” katanya.
Emma Bacon dari kelompok advokasi iklim Sweltering Cities mengatakan bahwa Australia kehabisan waktu untuk bersiap-siap menghadapi dampak iklim yang akan terjadi. “Salah satu masalahnya adalah jadwal kita terlalu panjang, kita memikirkan dampak iklim pada tahun 2030 atau 2050, tetapi kita seharusnya memikirkan musim panas ini dan tahun depan,” katanya kepada kantor berita AFP.
Perairan samudera Australia berubah menjadi lebih asam, kebakaran hutan terjadi lebih lama, dan kekeringan menjadi lebih parah, demikian menurut sebuah laporan iklim baru yang dirilis Kamis (31/10) oleh para peneliti pemerintah.
Laporan State of the Climate, yang disusun selama dua tahun oleh Biro Cuaca dan Badan Ilmu Pengetahuan Nasional Australia, memberikan gambaran yang suram tentang kehidupan di negara yang terbakar sinar matahari ini, kecuali jika upaya pengurangan emisi global dirombak secara radikal.
“Laju perubahanlah yang menjadi perhatian utama kami di sini,” ujar pakar iklim dari Biro Meteorologi, Karl Braganza. “Ilmu sains sudah sangat jelas, kita harus mencapai net zero secepat mungkin. Jelas sekali bahwa membuat perubahan itu sangat sulit dan tidak terjadi dalam semalam.”
Iklim Australia telah menghangat rata-rata 1,51 derajat Celcius sejak tahun 1910, sementara suhu lautan telah meningkat 1,08 derajat Celcius sejak tahun 1900. Pemanasan ini telah memicu pola cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, baik di daratan maupun di lautan.
Lautan yang lebih panas dan lebih asam dikaitkan dengan peristiwa pemutihan karang di perairan tropis Great Barrier Reef. Objek wisata alam yang terkenal ini mengalami salah satu peristiwa pemutihan terburuk yang pernah tercatat pada awal tahun ini.
Bacon memperingatkan suhu di kota-kota besar yang terik sebelumnya telah mendekati 50 derajat Celcius, yang bisa menyebabkan masalah kesehatan serius bagi masyarakat. “Ada beberapa pembicaraan serius yang perlu dilakukan tentang di mana dan bagaimana kita hidup, dan masyarakat perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut,” ujarnya.
Menyedihkan
Laporan tersebut menemukan bahwa meskipun emisi Australia telah menurun sejak tahun 2005, negara ini harus secara signifikan mempercepat upaya untuk memenuhi target tahun 2030.
“Ini sangat menyedihkan,” kata Jaci Brown dari lembaga ilmu pengetahuan nasional Australia, CSIRO.
“Kita memiliki teknologi di luar sana dan saya mencoba untuk tetap positif dan optimis bahwa kita bisa melakukannya.”
Australia telah sukses dalam meningkatkan energi terbarukan, dan penduduknya termasuk salah satu pengadopsi panel surya rumah tangga yang paling banyak di dunia.
Namun, Australia tetap menjadi salah satu pengekspor batu bara dan gas terkemuka di dunia, meskipun semakin terpukul oleh dampak perubahan iklim. [voa]
Editor: Red