SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA – Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa sebuah merek dapat begitu mudah diingat? Sehingga ketika membeli produk tersebut, kita lebih menyebutkan nama merek daripada jenis barangnya.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum dan HAM, Razilu, dalam sebuah kesempatan, menjelaskan bahwa Kekayaan Intelektual (KI) hadir di setiap aspek kehidupan manusia. Tanpa kita sadari, kita selalu berinteraksi dengan berbagai bentuk KI dalam keseharian.
“Contohnya, saat kita dihadapkan dengan dua botol air minum kemasan di atas meja, di mana salah satunya memiliki label dan yang lainnya tidak, maka secara otomatis, alam bawah sadar kita akan memilih botol yang berlabel. Mengapa demikian? Jawabannya terletak pada KI,” terang Razilu.
Pelindungan KI, secara sederhana, dapat diibaratkan seperti segel pada tutup botol air minum kemasan. Keberadaannya menjamin kualitas barang atau jasa yang digunakan. Dengan adanya pelindungan KI, suatu produk akan lebih dikenal dan dipercaya oleh konsumen.
Dampak positif pelindungan KI juga dapat dilihat pada produk-produk indikasi geografis (IG) Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Hermansyah Siregar, Direktur Merek dan Indikasi Geografis. Ia menjelaskan bagaimana produk-produk yang terdaftar sebagai IG mengalami peningkatan nilai jual yang signifikan.
“Contohnya, Garam Amed dari Bali yang sebelumnya dihargai Rp4.000 per kg, kini harganya melonjak menjadi Rp35.000 per kg. Produk lainnya, Kopi Gayo dari Aceh, juga mengalami lonjakan harga dari Rp50.000 per kg menjadi Rp120.000 per kg,” ungkap Hermansyah.
Hingga saat ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelindungan KI. Berbagai program unggulan, seperti Guru KI (RuKI) dan DJKI Mendengar dan Mengedukasi, telah sukses dilaksanakan. Ke depan, DJKI juga telah merencanakan berbagai program unggulan yang akan mendukung visi pemerintah, yaitu Asta Cita, untuk mendorong kemajuan dan kesadaran KI di Indonesia.