Mantan Direktur Blue Bird, Mintarsih, Ajukan Peninjauan Kembali atas Putusan MA yang Perintahkan Ganti Rugi Rp140 Miliar

Hukum & HAM171 Dilihat
banner 468x60

SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur PT Blue Bird Taksi, Mintarsih Abdul Latief, mengajukan gugatan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung yang memvonis dirinya untuk membayar denda total Rp140 miliar. Gugatan tersebut mencakup pengembalian gaji yang diterimanya selama menjabat serta ganti rugi immaterial atas tuduhan pencemaran nama baik. Mintarsih menganggap putusan itu tidak adil dan dapat berdampak buruk bagi hak-hak pekerja di masa depan.

Mintarsih tidak dapat menerima putusan Mahkamah Agung (MA) yang dianggapnya menciderai rasa keadilan, baik bagi dirinya maupun anak keturunannya, dan menurutnya, putusan ini dapat menjadi yurisprudensi yang merugikan seluruh pekerja di Indonesia, karena memungkinkan pengusaha atau perusahaan menuntut pengembalian gaji karyawan selama masa kerja mereka di perusahaan.

banner 336x280

“Sudah beberapa waktu kemarin saya mendaftarkan gugatan Peninjauan Kembali (PK) kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait Putusan MA tersebut, dan secara tertulis permohonan PK saya diterima Pengadilan dan dijadwalkan bersidang pada hari ini di ruang 5 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun secara sepihak sidang diundur menjadi bulan depan. Pemberitahuannya pun sangat mendadak di hari persidangan dan hanya melalui pemberitahuan lisan oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” cerita Mintarsih sedih di depan ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (9/12/2024).

Mintarsih merasa kecewa karena pengunduran sidang tersebut sangat berhubungan dengan masa depan dirinya dan keluarganya, dan rasa kekhawatiran muncul akan adanya dugaan permainan kotor di belakang layar yang berupaya menggagalkan pengajuan PK yang sudah diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Masalah ini bermula saat dr. Mientarsih Abdul Latief, mantan Direktur PT Blue Bird Taksi, seorang psikolog ternama, dan publik figur, divonis oleh MA untuk membayar denda, mengembalikan gajinya selama menjabat sebagai Direktur PT BBT, dan membayar ganti rugi senilai Rp140 miliar.

“Putusan ini dirasa sangat tidak adil dan mungkin baru terjadi pertama kali, dimana gaji selama puluhan tahun bekerja harus dikembalikan dan harus membayar kerugian dengan alasan perusahaan PT Blue Bird Taksi tidak dipercaya oleh masyarakat, terutama oleh bank nasional maupun internasional,” jelas Mientarsih.

Ia menambahkan bahwa pada tahun 2013, salah seorang direktur, Purnomo yang juga adik kandungnya, menggugat dirinya, meskipun keduanya adalah pendiri dan pemegang saham di PT Blue Bird Taksi, serta menilai gugatan tersebut tidak dapat diterima oleh pengadilan karena PT Blue Bird Taksi tidak terdaftar di Kemkumham dan tidak memenuhi persyaratan Undang-undang Perseroan Terbatas.

Pada tahun 2000, gaji sebagai Direktur mulai dibayarkan, namun gaji dari 1971 hingga 1999 belum dibayar, dan Mintarsih tidak pernah membayangkan bahwa pembayaran gaji tersebut kelak menjadi malapetaka di usia lanjutnya, serta membebani keluarganya.

“Setelah puluhan tahun bekerja, sekretaris pribadi Purnomo membuat kesaksian di pengadilan bahwa Mintarsih kurang berprestasi, sementara tiga saksi lainnya yang juga anak buah yang masih aktif bekerja di bawah Purnomo tidak satupun memberikan kesaksian bahwa Mintarsih kurang berprestasi,” bebernya, namun pihak Mintarsih menghadirkan lima saksi mantan karyawan yang menyatakan bahwa Mintarsih rajin bekerja dan berprestasi.

“Mintarsih menyayangkan, Undang-undang yang menyatakan adanya hak bagi direksi untuk diberi gaji, nyatanya diabaikan oleh Pengadilan, bahwa semua gaji Mintarsih selama puluhan tahun bekerja harus dikembalikan, inilah yang dinilai sebagai kepincangan terhadap keadilan,” ujar Mintarsih, yang merasa sangat berat di usia lanjutnya pada 2024, harus dibebani perkara pengembalian gaji dan kerugian immateriil.

“Masih belum cukup perkara gaji harus dikembalikan, ada lagi tuntutan sebesar 100 miliar, dengan alasan kerugian berupa nama baik, kehormatan, dedikasi serta prestasi, nama dan kualitas menjadi rusak dan tercemar, terutama di hadapan perbankan nasional dan internasional, semua putusan itu dilakukan tanpa bukti yang kuat,” sanggahnya.

Sambil menambahkan bahwa karier pribadinya hancur demi saudara kandungnya, yang keduanya pria, merasa seperti air susu dibalas air tuba, dan bahwa semua gaji yang dijanjikan tidak dibayarkan, malah gaji yang telah dibayarkan diminta kembali, padahal dugaan penggelapan saham yang sedang diproses di Mabes Polri belum selesai.

“Mekanisme apa yang membuat semua hakim yang memeriksa gugatan ini terkesan tertidur? Akhirnya pada tahun 2024 ini, keponakan-keponakan, yaitu putra dari Chandra, Bayu Priawan dan Adrianto Djokosoetono, meminta Pengadilan untuk mengeksekusi 140 miliar,” tukasnya dengan emosi. (RED)

 

 

banner 336x280