SHI Menyampaikan Tuntutannya di Mahkamah Agung RI

SHI Menyampaikan Tuntutannya di Mahkamah Agung RI Dok Humas

SINARPAGINEWS.COM, JAKARTA - Hakim Indonesia yang menamakan dirinya, Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menyampaikan tuntutannya di Mahkamah Agung pada Senin, 7 Oktober 2024 di Gedung Wirjono Mahkamah Agung Jln. Medan Merdeka Utara Jakarta.

Sebanyak 148 Hakim dari seluruh Indonesia yang datang ke gedung Mahkamah Agung ini diterima oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial serta, Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Pembinaan dan Ketua Kamar Agama pada Mahkamah Agung yang juga sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat IKAHI. Selain pimpinan Mahkamah Agung, hadir juga Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan RI, Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas, Wakil Ketua Komisi Yudisial dan Anggota Komisi Yudisial

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun, gaji dan tunjangan yang menurut mereka tidak sesuai.

Terkait aksi tersebut, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial yang juga merupakan Juru Bicara Mahkamah Agung, Suharto, S.H., M.Hum menyampaikan, aksi pada hari ini bukanlah cuti bersama, bukan juga mogok, melainkan mereka menggunakan hak cutinya secara berbarengan pada tanggal yang mereka pilih.

Menurutnya “cuti adalah hak mereka, sepanjang di ambil tidak mengganggu jalannya persidangan”, ujar Jubir MA

Pada kesempatan yang sama, Ketua Kamar Agama yang juga selaku Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Dr, H. Yasardin, S.H., M.Hum menyampaikan, perjuangan untuk menaikan penghasilan hakim telah dilakukan sejak 2019, namun hingga saat ini belum disetujui. Berdasarkan amanat Munas IKAHI ke-22 di Bandung maka pada akhir 2023 IKAHI bersama dengan Mahkamah Agung kembali memperjuangkan kesejahteraan hakim dengan bersurat kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.

Pertemuan yang berlangsung secara luring dan daring ini dihadiri Sekretaris Mahkamah Agung, Panitera Mahkamah Agung, para pejabat Eselon I dan II di lingkungan Mahkamah Agung, para Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung serta para Hakim seluruh Indonesia.

Tuntutan SHI:

Dalam pertemuan tersebut Solidaritas Hakim Indonesia menyampaikan bahwa pada akhir tahun 2018 silam Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan No. 23 P/HUM/2018 mengenai hak uji materiil atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 Tentang tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di bawah Mahkamah Agung.

Pada pokoknya putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan bahwa gaji pokok dan pensiun hakim pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal 3 ayat ayat (2), (3), dan (4), serta Pasal 11, 11A, 11B, 11C, 11D dan 11E Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2016 adalah bertentangan dengan undang-undang.

Berkenaan dengan hal tersebut maka pemerintah memiliki kewajiban hukum untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung tersebut dengan melakukan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012.

Salah satu pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung tersebut adalah bahwa Hakim pada dasarnya adalah pejabat negara dan bukan merupakan pegawai negeri sipil. Sehingga tidak tepat apabila pemerintah menetapkan gaji pokok dan pensiun Hakim mengikuti ketentuan gaji pokok dan pensiun dari pegawai negeri sipil. Oleh karena itu pemerintah berkewajiban menetapkan gaji pokok dan pensiun Hakim sesuai dengan standar pengaturan gaji pokok dan pensiun bagi pejabat negara.

Sayangnya hingga saat ini ketentuan tersebut belum diwujudkan. Justru yang dilakukan oleh pemerintah adalah tetap memberikan gaji pokok dan pensiun Hakim sesuai dengan ketentuan gaji pokok dan pensiun pegawai negeri sipil. Padahal ketentuan tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Selain gaji pokok dan pensiun, hakim menurut PP No. 94 Tahun 2012 mengatur pula mengenai hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya untuk para hakim di bawah Mahkamah Agung, termasuk tunjangan jabatan dan tunjangan kemahalan.

Besaran tunjangan jabatan dan tunjangan kemahalan yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut pada dasarnya sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman karena tergerus Inflasi.

Penyampaian tersebut tertuang dalam Naskah Kebijakan dan Draft Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak-Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada dibawah Mahkamah Agung.

Mengakhiri pertemuan tersebut, perwakilan dari Solidaritas Hakim Indonesia menyerahkan Naskah Kebijakan dan Draft Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 kepada Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial dan Non Yudisial.

Editor: Red

Bagikan melalui:

Komentar

?>